Sabtu, 11 Februari 2012

jangan membahayakan dan balas membahayakan



HADITS KE-32
لا ضرر ولا ضرار
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا ضرر ولا ضرار
 ( رواه ابن ماجة و الدارقطني و مالك )
          Artinya : dari sahabat Abu said al khudry[1] ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda: jangan kalian membahayakan ( orang lain ) dan membalas untuk membahayakan. ( HR: ibnu majah, daruquthni dan malik )[2].
            Hadits ini shohih dengan banyaknya jalur periwayatannya dan saksi – saksinya. Diriwayatkan dari jabir bin Abdullah ( diriwayatkan oleh thobroni ), abu lubanah, ibnu abbas ( ibnu majah, daruquthni dan malik ), abu said alkhudry ( sama dengan ibnu abbas ) , ‘ubadah bin shomat ( ahmad dan ibnu majah ), abu hurairoh ( diriwayatkan oleh daruquthni ), tsa’labah bin abi malik ( diriwayatkan oleh at thobroni ) dan ‘aisyah ( diriwayatkan oleh daruqquthni dan at  thobroni )[3].
Syarah:
Sabda Rasulullah saw (( janganlah kalian membahayakan ( orang lain ) dan membalas membhayakan )) adalah dua kalimat yang mempunyai satu makana yang saling menguatkan.
Ibnu hubaib berkata “ ad dhoror menurut orang arab adalah al ismu dan ad dhiror adalah al fi’lu.
Dan ad dhoror menurut ibnu hubaib adalah tidak membahayakan orang lain yang mana orang ini juga belum membahayakannya, sedangkan ad dhiror adalah tidak membahayakan orang lain dengan orang lain.
Dan al khusyaniy berkata “ ad dhoror adalah yang mendatangkan manfa’at kepadamu dan membahayakan bagi tetanggamu sedangkan ad dhiror adalah segala sesuatu yang tidak mendatangkan manfa’at kepadamu dan mendatangkan bahaya kepada tetanggamu.
Dan yang lain mengatakan bahwa adhoror dan ad dhiror seperti membbunuh dan pembunuhan, adapun adhoror adalah kamu membahayakn orang yang tidak membahayakanmu sedangkan ad dhiror adalah  kamu balas membahayakan orang yang telah membahayakanmu yang bukan dengan jalan penyerangan- dengan contoh – dan kemenangan dengan cara yang benar seperti sabda Rasulullah saw (( أد الأمانة إلى من ائتمنك  ولا تخن من خانك  )) “ tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayaimu dan jagnanlah mengkhianati orang yang mengkhianatimu” (HR abu daud, thirmizi dan al hakim )[4].
La dharar - Seseorang tidak boleh membahayakan orang lain sehingga mengurangi satu hak darinya. La dhirar - tidak boleh membalas bahaya kepada saudaranya sedangkan ia tidak mengalami kerugian. Dan, tidak boleh pula membalasanya dengan yang lebih banyak daripapa bahaya yang dideritai... (HR Imam Malik, DaruQutni, al-Baihaqi, Hakim, Ibn Majah), Imam Nawawi berkata: La Dharar tidak boleh membahayakan, yakni tidak boleh salah seorang dari kalian membahayakan yang lainnya dengan tanpa hak, dan tidak boleh pula memulai kejatahan kepadanya.
Wala Dhirar - Yakni jangan membalas bahaya siapa yang membahayakan mu. Jika seorang mencaci makimu, janganlah kamu memukulnya. Tetapi tuntutlah hak kepada Hakim dengan tanpa membalasnya terlebih dahulu. Jika dua orang saling mencaci maki atau saling menuduh, maka tidak berlaku tuntut balas. Tetapi masing berhak menuntuk haknya dihadapan hakim. Hadis dari Nabi SAW. "Dua orang saling mencaci maki, apa yang telah keduanya katakan, untuk dosanya dilimpahkan keapda orang yang lebih dulu memulainya selagi orang yang dizalimi tidak melampui melampui batas" Dengan mencaci maki[5].

Makna Hadits
Hadits ini shohih pada asalnya, telah ditetapkan dari Rasulullah saw bahwasanya beliau bersabda “ Allah swt mengharamkan atas orang mukmin itu, darahnya, hartanya dan kehormatannya. Dan janganlah kamu berprasangka kepadanya ( saudara seiman ) kecuali berprasangka yang baik[6].

Pelajaran dari Hadits
1) Jangan memulakan aktivi memudaratkan orang lain (dalam semua hal)
2) Jangan membalas mudarat (sebaiknya merujuk kepad Qadhi)
3) Kalau dicaci seperti bodoh dan sebagainya, ada 2 perkara, tidak perlu  membalasnya, atau membalasnya dengan sama seperti yang dikatakan tanpa melampui batas. Dosanya kepada orang yang memulakannya[7].

Maroji’:
1.      Tahdzib at tahdzib, abnu hajar
2.      At tamhid, ibnu abdil bar
3.      Hadits arbain, imam nawawy
4.      Dawn of khilafah arcip
5.      Dll.


[1] Abu Sa’id Al-Khudri adalah orang ke tujuh yang banyak meriwayatkan hadist dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Telah meriwayatkan 1.170 hadits. Orang orang pernah memintanya agar mengizinkan mereka menulis hadits hadits yang mereka dengar darinya. Ia menjawab “ Jangan sekali kali kalian menulisnya dan jangan kalian menjadikan sebagai bacaan, tetapi hapalkan sebagaimana aku menghapalnya”. Abi Sa’id lebih dikenal dengan nama aslinya adalah Sa’ad bin Malik bin Sinan. Ayahnya Malik bin Sinan syahid dalam peperangan Uhud, Ia seorang Khudri nasabnya bersambung dengan Khudrah bin Auf al-Harits bin al-Khazraj yang terkenal dengan julukan “Abjar”. Ketika perang Uhud pecah ayahnya (malik) membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan meminta agar anaknya diikutkan dalam peperangan. Pada waktu itu Jabir masih berusia 13 tahun, namun ayahnya menyanjung kekuatan tubuh anaknya:” Dia bertulang besar ya Rasulullah” tetapi, Rasulullah tetap menganggapnya masih kecil dan menyuruh membawanya pulang. Abu Sa’id al-Khudri adalah salah seorang diantara para sahabat yang melakukan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mereka berikrar tidak akan tergoyahkan oleh cercaan orang dalam memperjuangkan agama Allah Subhanahu wa ta’ala, mereka tergabung dalam kelompok Abu Dzarr al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad, Ubaidah bin ash Shamit dan Muhammad bin Muslimah. Abu Sa’id al-Khudri bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dalam perang Bani Musthaliq, perang Khandaq dan perang perang sesudahnya, secara keseluruhan ia mengikuti 12 kali peperangan. Riwayatnya dari para sahabat lain banyak sekali namun sumber yang paling terkenal adalah bapaknya sendiri Malik bin Sinan, saudaranya seibu Qatadah bin an-Nu’man, Abu Bakan, Umar, Utsman, Ali, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Salam. Sedangkan orang orang yang meriwayatkan hadits darinya adalah anaknya sendiri Aburahman, istrinya Zainab bin Ka’ab bin Ajrad, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abu Thufail, Nafi’ dan Ikramah. Abu sa’id membawa putranya Abdurahman ke tanah pemakaman Baqi, dan berpesan agar ia nanti dimakamkan di bagian jauh dari tempat itu. Katanya: “ Wahai anakku, apabila aku meninggal dunia kelak, kuburkanlah aku disana, Jangan engkau buat tenda untuk, jangan engkau mengiringi Jenazahku dengan membawa api, Jangan engkau tangisi aku dengan meratap-ratap, dan jangan memberitahukan seorangpun tentang diriku”. Kemudian ia beliau wafat pada tahun 74 H ( tahdzib at tahdzib 3/49 )
[2] Didalam kutaib ahadits arba’in Hadits ini dihasankan oleh imam nawawi dengan banyaknya jalur yang ssaling menguatkan satu dengan yang lain ( at tamhid 145 ). Didalam riwayat – riawayat lain hadits ini banyak terdapat tambahan seperti (( (( لا ضرر ولا ضرارو, وللرجل أن يغرز خشبه جدار جاره diriwayatkan oleh ahmad dan ignu majah dari jalur jabir alju’fy, dan ((   (( لاضرر ولا ضرار, من ضار ضرالله به, ومن شاق شق الله عليه diriwayatkan oleh Abdullah bin Muhammad bin yusuf. Dan (( (( لا ضرر في الإسلام ولا ضرر dan lain sebagainya(at tamhid 143 – 145 ). Hadits ini juga dijadikan sebagai qo’idah kubra dalam qowa’idul fiqhiyah.
[3]  At tamhid syarah al muatho’, ibnu abdil bar 143 - 144
[4] At tamhid
[5]  Dawn of khilafah arcip
[6] At tamhid
[7]  Dawn of khilafah arcip

PERBEDAAN ULAMA DALAM SHOLAT



·         Dalam pengucapan amin
Sufyan ats tsaury berkata: bahwa pengucapan amin setelah baca’an fatihah imam[1]. Kemudian imam syafi’I, ahmad, ishaq dan kebanyakan ahlu hadits berpendapat bahwa imam menjahr-kan bacaan amin dan orang ( makmum ) yang ada dibelakangnya[2].
·         Membaca tasbih ketika rukuk
Sufyan berkata: jika kamu belum membaca atau mengucapkan dalam rukukmu dan dalam sujudmu ( سبحان ربي العظيم ) maka sesunguhnya mulutmu telah ditipu.
Imam syafi’I berkata: jka meninggalkannya sengaja ataupun dikarenakan lupa maka dia harus menggantinya[3].
Adapun ishaq berkata: jika meninggalkan tasbih dan takbir karena lupa dan tasyahhud karena lupa dan apabila meninggalkan sesuatu dari itu ( tasbih, takbir dan tasyahhud ) dengan sengaja maka sholatnya tidak sah.
Sufyan berkata : jika kamu mau maka bacalah tasbih diwaktu yang lain dari sholat ( itu )setelah fatihah, jika itu dikerjakan bisa mencukupi sholatmu[4].
Imam ahmad berkata: tidak lengkap hingga membaca al fatihah dalam setiap rakaat[5]  begit juga menurut imam syafi’I dan sahabatnya[6].

bersambung.,.,,.,.,.


[1]  Al mughni 1/532
[2]  Al umm 1/95, al mughni 1.532
[3]  Al umm 1/97 dan al muhazzab 1/75
[4] Al mughni1/528
[5]  Al mghni 1/528
[6]  Al umm 1/93 dan al muhazzib 1/72 dan hilyatul ulama’ 2/87