Sabtu, 06 Juni 2015

Persiapan menyambut bulan suci Ramadhan



Ibadah puasa di bulan Ramadhan memiliki kedudukan tersendiri di sisi Allah. Allah akan memberikan pahala berlipat ganda sesuai dengan kualitas puasa yang dilakukan oleh seorang hamba. Semakin baik puasanya, maka akan semakin banyak pula ganjaran yang akan didapat dari Allah. Artinya, puasanya tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga.
Mungkin di antara kita ada yang telah berulang kali menyelsesaikan Ramadhan. 10 kali, 20 kali, 30 kali atau bahkan 50kali. Namun berapa banyak di antara kita yang dengan puasa Ramadhan, bertambah cinta dia kepada Allah, bertambah dekat dia kepada Allah dan bertambah takut dia dari adzab Allah. Tentu kita tidak menginginkan puasa Ramadhan kita berlalu sama dengan Ramadhan yang lalu-lalu. Jika Ramadhan yang wajib saja berlalu tanpa makna, bagaimana dengan puasa sunnah yang sedang kita coba.
Padahal Rasulullah SAW bersabda, “Berapa banyak orang yang melakukan puasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya melainkan lapar dan dahaga”.[1] Tentu ancaman ini berlaku untuk setiap umat Islam tanpa pengecualian. Maka, menjadi penting bagi setiap umat Islam untuk mengetahui peneybab puasa yang tidak bernilai di sisi Allah kecuali lapar dan dahaga saja.
Di antara penyebab puasa tidak bernilai di sisi Allah melainkan lapar dan dahaga saja adalah;
1.     Berpuasa tanpa mengetahui hukum-hukum seputar puasa
Puasa seorang hamba akan maksimal nilainya di sisi Allah bilamana sesuai dengan tuntutan yang Allah berikan. Namun puasa juga bisa tidak bernilai di sisi Allah ketika mengabaikan tuntutan yang Allah berikan. Tuntutan-tuntutan inilah yang disebut hukum puasa. Berilmu sebelum beramal adalah cara terbaik agar maksimal hasil ibadah yang dikerjakan. Banyak cara mengetahui hukum-hukum sekitar puasa, bisa dengan membaca buku, mendengarkan kajian atau bertanya kepada ahlinya. Sebagaimana firman Allah, “Maka bertanyalah kamu kepada ahluz dzikir jika kamu tidak mengetahui”.[2] Sahabat Ibnu Abbas menafsirkan ahluz dzikir sebagai ulama, ahlul Qur’an dan ahlul ilmu. Ulama tafsir juga menjadikan ayat ini sebagai dalil wajibnya berilmu sebelum beramal. Insyaallah buku mini ini akan memberikan panduan ringkas agar puasa penuh makna.
2.     Berpuasa karena ikut-ikutan
Kewajiban puasa di bulan Ramadhan sudah umum diketahui masyarakat luas. Ketenaran puasa di bulan Ramadhan kadang tidak jarang membuat banyak kaum muslimin dan muslimah yang berpuasa karena ikut-ikutan. Tentu puasa tidak akan bernilai di sisi Allah ketika dilakukan karena ikut-ikutan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhamad SAW, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan balasan dari Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”.[3]
3.     Berpuasa tapi meninggalkan shalat
Banyak kaum muslimin dan muslimah yang melakukan puasa dengan penuh semangat. Ini bukanlah perkara yang dilarang. Namun tidak sedikit di antara kaum muslimin dan muslimah yang semangat melakukan puasa Ramadhan tetapi gemar meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu). Padahal Rasulullah memberikan syarat agar puasanya tetap bernilai di sisi Allah, yaitu meninggalkan dosa-dosa besar. Di antara dosa-dosa besar yang boiasa dilakukan kaum muslimin dan muslimah adalah meninggalkan shlat. Rasulullah SAW bersabda, “Antara Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa apabila dosa-dosa besar dijauhi”.[4]
Selain itu, shalat juga merupakan tiang agama. Bilamana baik, kokoh dan mantap tiangnya, maka bangunan yang berada di atasnya berupa atap juga akan kokoh. Tidak mudah ambruk diterjang badai. Namun bilamana tiangnya kropos, maka bangunan yang berada di atasnya akan mudah jatuh dan bangunan pun hancur. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW, “Pokok segala perkara adalah Islam, tiang-tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad”.[5] Serta, shalat adalah amalan pertama yang nanti dihisab oleh Allah pada hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amalan yang paling pertama yang akan dihisab atas seorang hamba dari amalan-amalannya adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka sungguh ia telah bahagia dan berhasil. Namun jika shalatnya rusak, maka sungguh ia telah binasa dan merugi”.[6]
Seandainya amalan manusia tiu ada sepuluh, maka shalat ngantri di urutan pertama. Puasa, haji, zakat, umrah, sedekah, baca Al Qur’an, dzikir, shalawat dan lainnya ngantri di belakang shalat. Jik shalat sebagai pengantri pertama baik, tidak ditinggalkan, maka peluang amalan lain yang ngantri di belakang shalat lebih besar untuk menjadi baik pula. Namun jika shalat sebagai pengantri pertama rusak, sering ditinggalkan, maka amalan-amalan lain yang ngantri di belakang shalat kemungkinan besar juga akan ikut rusak. Tidak meninggalkan shalat lima waktu adalah pilihan terbaik untuk menjadi penghuni surga-Nya Allah.
4.     Berpuasa tapi tidak menjaga lisan
Ketika puasa seringkali kaum muslimin dan muslimah menghabiskan waktu ngerumpi bersama teman-temannya. Mungkin hanya sekedar iseng, coba-coba cari pergaulan baru, ikut-ikutan dan mungkin memang sudah menjadi hobi. Kadang tanpa sadar dalam pembicaraan yang begitu hangat terucap dan terbahas perkara-perkara yang tidak seharusnya diucapkan.
Ada beberapa kejahatan lisan yang membuat puasa menjadi tidak bernilai di sisi Allah. Di antaranya adalah;
1.     Ghibah
Ghibah adalah membicarakan aib saudara yang benar adanya kepada orang lain. Rasulullah SAW pernah ditanya tentang ghibah, maka beliau bersabda, “Engkau menyebutkan tentang saudaramu dengan apa-apa yang dia benci”, lalu bagaimana jika yang kita bicarakan tersebut memang benar-benar ada pada saudara kita. Rasululla bersabda lagi, “Jika memang benar ada padanya apa yang engkau katakan maka engkau telah meng-ghibahnya, dan apabila tidak ada padanya maka engkau telah berdusta”.[7]
Bahkan di dalam Al Qur’an Allah menyamakan orang yang suka meng-ghibah saudaranya dengan memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Sebagaimana firman Allah, “Janganlah kalian saling memata-matai dan jangan meng-ghibahi antara satu dengan yang lain. Sukakah kalian memakan daging saudaranya tentu kalian benci”.[8]
Imam al Ghazali menuturkan bahwa ghibah itu dimulai dari perbuatan yang namanya buruk sangka (suu’uz zhon), setelah itu akan timbul yang namanya tajassus (mencari-cari aib saudara) hingga ghibah pun menjadi tidak bisa untuk dihindarkan. Masih menurut beliau, bahwa orang yang berghibah jika mempunyai kebaikan, maka kebaikannya akan mengalir kepada orang yang dighibahi. Namun jika tidak memiliki kebaikan, maka dosa-dosa orang yang dighibahi mengalir kepada orang yang berghibah. Bagaimana dengan orang yang ketiga yang hanya mendengar saja, kata beliau sama saja dosanya.
2.     Fitnah
Fitnah adalah menceritakan aib saudara sendiri yang tidak benar adanya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Engkau menyebutkan tentang saudaramu dengan apa-apa yang dia benci”, lalu bagaimana jika yang kita bicarakan tersebut memang benar-benar ada pada saudara kita. Rasululla bersabda lagi, “Jika memang benar ada padanya apa yang engkau katakan maka engkau telah meng-ghibahnya, dan apabila tidak ada padanya maka engkau telah berdusta”.[9]
3.     Namimah
Namimah adalah mengadu domba antara dua orang atau lebih. Namimah menimbulkan efek yang jauh lebih merusak, karena akan memutuskan tali ikatan yang telah Allah ikat. Rasulullah mengancam para pelaku namimah, “Tidak akan masuk sorga orang mengadu domba”.[10]
Lisan memang tidak bertulang, lebih tajam daripada pedang. Menjaga lisan bukanlah perkara yang mudah, namun juga bukan perkara yang mustahil. Berapa banyak Allah menjerumuskan orang-orang kedalam neraka lantaran karena lisan yang tidak dijaga.
5.     Berpuasa tapi melakukan perbuatan yang mengundang syahwat dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya
Melakukan perbuatan yang mengundang syahwat akan melalaikan kita dari Allah, bahkan bisa menjerumuskan kita ke jurang neraka. Puasa yang berfungsi sebagai ibadah dan benteng bagi seorang muslim dan muslimah dari perbuatan keji harusnya mampu menghindarkan dirinya dari perbuatan dosa. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa adalah sebagai perisai dari kemaksiatan serta dari neraka”.[11]
Ramadhan harusnya juga membuat kita tambah sadar akan apa-apa yang bermanfaat bagi akhirat dan dunia kita. Karena Ramdhan yang digunakan untuk malas-malasan akan benilai sia-sia.



[1] HR. Ahmad
[2]  QS. An Nahl: 43
[3]  HR. Bukhari dan Muslim
[4]  HR. Muslim
[5]  HR. Thirmizi
[6]  HR. Thirmizi dan an nasa’i
[7]  HR. Muslim
[8]  QS. Al Hujurat: 12
[9]  HR. Muslim
[10]  HR. Bukhari
[11]  HR. Bukhari