Minggu, 23 Oktober 2016

LAGI-LAGI AL MAIDAH: 51

 

Oleh: Ransi Mardi al indragiri

Sembari menunggu proses hukum terhadap Ahok yang meninstakan Al Qur’an surat al Maidah ayat ke-51 (kami berpegang pada fatwa MUI), baru-baru ini terkhusus umat Islam dibuat heboh oleh berbedanya terjemahan Al Qur’an surat al Maidah ayat ke-51 versi depag. Beragam tanggapan muncul disana-sini menanggapi hal ini. Jika kita lebih bijak memahami ayat ini (Al Maidah ayat ke-51), maka kita akan mendapatkan sebuah formula yang sangat sempurna di dalam syariat (aturan) Islam.

Memahami Al Qur’an tidak sama dengan memahami buku biasa. Islam melarang umatnya untuk memahami Al Qur’an dengan akal sendiri tanpa melandaskan kepada tafsir. (Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang berkata atau berpendapat tentang Al Qur’an dengan akalnya atau tanpa ilmu (tafsir), maka wajib baginya  untuk memesan satu tempat duduk di Neraka.” HR. Tirmidzi, Abu Daud dan an Nasa’i) Tafsir sendiri adalah penjelasan Al Qur’an yang didapat dari Al Qur’an itu sendiri (tafsir ayat dengan ayat), dari Hadits Rasulullah SAW, dari pemahaman para sahabat Nabi (yang merupakan murid langsung dari Nabi Muhammad SAW), dari para Tabi’in dan ulama setelah mereka.

Di Al Qur’an saja, ayat yang senada dengan surat al Maidah ayat ke-51 sangat banyak. Kita lihat saja surat Ali Imran ayat ke-28 dan 149-150, surat an Nisa’ ayat ke-138-139, 141 dan 144, surat al Maidah ayat ke-57 dan 80-81, surat at Taubah ayat ke-23, surat al Mumtahanah ayat ke-1 dan surat al Mujadalah ayat ke-14-15 dan 22.

Ayat-ayat yang banyak diatas dipertegas oleh tafsir para ulama yang didasarkan kepada Al Qur’an, Hadits Nabi Muhammad SAW, pandangan para Sahabat dan para Tabiin. Jika boleh membuat interval, maka maksud ayat ini yang paling ringan adalah melarang umat Islam untuk memberikan kecintaan atau bersahabat (kawan karib) kepada orang kafir melebihi kecintaan atau persahabatan kepada sesama muslim (Tafsir al Alusi: 3/324). Menggunakan ayat ini Umar bin Khatab (sahabat yang dijamin Nabi masuk surga) pernah memarahi Abu Musa al ‘Asy’ari karena mengangkat dan mempercayai seorang kafir (Nashrani) sebagai seorang juru tulis (Tafsir al Mishbahul munir: 351).

Jika lebih cinta dan lebih mempercayai orang kafir daripada sesama muslim saja dilarang apalagi menjadikannya pemimpin. Logika mana yang tidak memahi bagaimana seorang Umar bin Khattab yang merupakan seorang pemimpin tertinggi (Khalifah) ketika itu memarahi bawahannya yang mengangkat seorang kafir HANYA menjadi juru tulis?

INGAT! Bersahabat (kawan karib) atau lebih mencintai tidak berarti menyerahkan urusan, INGAT! Menjadikan juru tulis seperti kisah diatas tidak berarti menyerahkan semua urusan melaikan hanya sebagian saja urusan yang dipercayakan. Sedangkan menjadikan pemimpin berarti menyerahkan dan mempercayakan seluruh urusan.

Saudaraku seiman, jika boleh berbaik sangka, di satu sisi terjemahan baru versi depag tidak salah. Ya, karena MENJADIKAN ORANG KAFIR SEBAGAI SAHABAT KARIB SAJA TIDAK BOLEH APALAGI MENJADIKAN ORANG KAFIR SEBAGI PEMIMPIN. Sebagaimana dilarangnya mendekati zina, tentu melakukan zina lebih dilarang. Hanya saja terjemahan sepotong begitu kadang mengelabuhi banyak orang awam yang tidak mengerti tentang tafsir Al Qur’an.

Mudah-mudahan yang sedikit dan yang banyak kekurangan ini bermanfaat untuk kita semua. Amin...

(Disari dari tafsir al Jami’ li ahkamil Qur’an yang ditulis oleh Imam al Qurthubi, tafsir ad Daar al Mantsur fii Tafsir bil Ma’tsur yang ditulis oleh Imam as Suyuthi, tafsir al Mishbahul munir yang ditulis oleh Syaikh Shafiyurahman al Mubarakfuri, tafsir Ayatul Ahkam yang ditulis oleh Muhammad Ali as Shobuni, tafsir Jami’ul Bayan fii Ta’wil Qur’an yang ditulis oleh Imam at Thobari, tafsir Ruhul Ma’ani yang ditulis oleh al Alusi, Aisaarut Tafasir yang ditulis oleh Abu Bakar al Jaza’iri, tafsir al Azhar yang ditulis oleh Prof. DR. Buya Hamka dan tafsir al muyassar yang ditulis oleh Dr. Hikmat Basyir et. al)

Kamis, 29 September 2016

MANDUL SEJATI


“MANDUL SEJATI”
Oleh: Ransi Mardi al Indragiri
MANDUL artinya adalah terputus. Di Indonesia, MANDUL adalah orang yang tidak memiliki keturunan, apakah anak laki-laki maupun perempuan. Di Arab dahulu (kurang tahu jika masih sampai sekarang), MANDUL adalah orang yang jika punya anak laki-laki, namun meninggal dunia dikala masih balita, walaupun memiliki keturunan anak perempuan. Mungkin di belahan bumi lain ada yang memahami MANDUL sebagai pasangan yang tidak memiliki anak perempuan, “mungkin”.
Terlepas dari berbedanya pengertian MANDUL, Islam mmemberikan pandangan tentang MANDUL yang sebenarnya. Apakah itu? Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al Kautsar ayat  ke-3 yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang yang membencimu (Muhammad) dialah yang MANDUL (dari rahmat Allah).”
Diantara pendapat para ulama dalam menafsirkan ayat ini sebagai berikut:
1.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang memusuhi Nabi Muhammad SAW dan Islam. Siapapun pelakunya, kapanpun dan dimanapun.
2.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang membenci Nabi Muhammad SAW dan Islam. Siapapun pelakunya, kapanpun dan dimanapun.
3.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang mencela Nabi Muhammad SAW dan Islam. Siapapun pelakunya, kapanpun dan dimanapun.
4.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang tidak mendapatkan kebaikan di dunia maupun di akhirat. Jika hanya kebaikan dunia yang kita dapat, sementara untuk perkara akhirat tidak didapatkan apa-apa kecuali siksa, maka ini juga disebut dengan MANDUL.
5.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang tidak mendapatkan rahmat Allah SAT.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang MANDUL. Amin.

(Dikutib dari Tafsir al Quthubi: 30/447, Tafsir al Alusi: 15/482, Tafsir al Mishbahul Munir: 1344 dan Tafsir as Sa’di: 1000)

Senin, 26 September 2016

HAK TETANGGA YANG KADANG TERLUPA


HAK TETANGGA YANG KADANG TERLUPA
Oleh: Ransi Mardi al Indragiri
Tetangga adalah orang yang tinggal di sekitar tempat tinggal kita, ini adalah pendapat ulama Hanafiyah dan Malikiyah. Sedangkan ulama Syafiiyah dan Hanabalah berpendapat bahwa tetangga adalah 40 rumah dari setiap arah (depan, belakang, samping kanan dan samping kiri).
Hidup bertetangga adalah suatu kenyataan yang tidak mungkin dihindari manusia. Karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Kondisi ini menciptakan interaksi antar manusia yang berkepanjangan bahkan hinnga ajal datang menjemput. Karena kesibukan yang beraneka ragam, kadang kita lupa akan hak-hak yang harus kita penuhi kepada tetangga. Bila hal ini terjadi tentu akan mengikis sedikit demi sedikit keharmonisan hubungan bertetangga di masyarakat.
Maka dari itu, mengetahui hak-hak para tetangga adalah hal yang sangat penting untuk diketahui. Secara garis besar diantara hak-hak tetangga adalah sebagai berikut:
1.      Sesuai kemampuan memperbaiki hubungan dengannya (tetangga). Apakah dengan harta, penampilan atau tingkah laku maupun dengan manfaat-manfaat lainnya. Seperti memberikan hadiyah, karena hadiyah itu mendatangkan kecintaan dan memusnahkan permusuhan. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tetangga terbaik di sisi Allah adalah para tetangga yang memberikan yang terbaik kepada tetangganya (yang lain). (HR. Tirmidzi: 1944)
2.      Tidak menyakitinya (tetangga) dengan perkataan maupun perbuatan. Seperti menghina, menjelek-jelekan, mengghibah, memandang dengn muka masam apalagi memukul. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Para sahabat bertanya, ‘Siapa ya Rasulullah?’ Rasulullah SAW menjawab, “Orang yang membuat tidak aman (terganggu) tetangganya dengan perbuatan buruknya (perkatan dan perbuatan).” (HR. Bukhari: 6016)
3.      Membantunya (tetangga) ketika ia membutuhkan bantuan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur dengan kenyang, sementara dia tahu tetangganya kelaparan.” (HR. Al Hakim di dalam kitab al Wafi: 107)
Secara garis besar, inilah hak-hak tetangga yang seyogyangnya kita penuhi agar kehidupan bertetangga lebih harmonis. Jangan menunggu, tapi awalilah. Karena segala sesuatu memerlukan awal, terlebih jika awalnya adalah awal yang baik.
(Disari dari kitab “Al Wafi fii Syarhil arba’in an Nawawi” yang ditulis oleh DR. Mushthofa al Bugho dan Mihyudin Mistu: 107 dan kutaib, “Huququn da’at ilaihal fithroh wa qorrorothas Syari’ah” yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin: 34-36)

Sabtu, 24 September 2016

PENYEBAB DAN SOLUSI KENAKALAN REMAJA


PENYEBAB DAN SOLUSI KENAKALAN REMAJA
Oleh: Ransi Mardi al Indragiri
Remaja adalah penerus para tetua, yang masa depan pun akan berada di pundak mereka. Mempersiapkan remaja agar menjadi manusia dewasa bukanlah hal sederhana. Diperlukan kerjasama yang baik antara orangtua, para guru atau pendidik dan masyarakat. Selain itu, perlu pula diketahui apa-apa yang menyebabkan remaja menjadi tidak terkendai.
Berikut ini kami paparkan beberapa hal yang menjadi penyebab kenakalan remaja, di antaranya;
1.      Kekosongan, apakah kekosongan dari aktivitas jasmani, kekosongan dari aktivitas ruhani maupun kekosongan dari interaksi dengan sesama (manusia). Tentu hal ini akan menyebabkan badan yang tidak sehat, hati dan pikiran yang kacau hingga hubungan dengan sesama menjadi tidak harmonis.
Hal ini bisa diatasi dengan membaca Al Qur’an dan buku-buku agama, menulis, olahraga dan lain sebagainya.
2.      Jarak yang jauh antara remaja dengan orangtua, apakah orangtua dari kalangan kelurganya sendiri maupun dari masyarakat sekitar. Seakan-akan berada di dunia masing-masing hinga saling tidak peduli menjadi sebuah kebiasaan. Bila hal ini terjadi, tentu remaja yang masih mencari jati diri akan mencari tempat yang “nyaman” untuk mencurahkan keluh-kesah. Sadarlah, kadang banyak orantua bahkan tidak menjadi tempat yang baik bagi anak-anaknya untuk berkeluh-kesah.
Hal ini bisa diatasi dengan adanya kesadaran bahwa perpecahan adalah hal yang tercela di dalam Islam, dan persatuan (keakraban) adalah hal yang sangat dianjurkan dan termasuk perkara yang mulia di dalam Ilsam. Orangtua harusnya mengakrabkan diri kepada para remaja, tidak terbatas kepada anak-anaknya saja, tapi juga remaja lain yang bukan anak atau keluarganya. Remaja, mulailah percaya kepada orangtua anda sendiri, orangtua dalam keluarga anda sendiri atau orangtua-orangtua di masyarakat anda.
3.      Pergaulan bebas, adalah salah satu penyebab kenakalan remaja yang paling banyak memberikan pengaruh. Karena pergaulan, anak yang tadinya lugu bisa menjadi over. Karena pergaulan, anak yang tadinya sangat menghormati orangtua menjadi anak yang masa bodoh hingga suka-sukanya. Karena pergaulan, anak yang tadinya tidak kenal pacaran, rokok, judi, minuman keras, dan lain sebagainya menjadi anak yang tidak bisa hidup tanpa pacaran, rokok, judi, minuman keras dan lain sebainya.
Hal ini bisa diatasi dengan orangtua yang selektif terhadap pergaulan anaknya, itu pula yang harusnya dilakukan orangtua-orangtua yang ada di masyarakat terhadap setiap remaja. Atau remaja itu sendiri yang memiliki kesadaran untuk tidak bergaul kecuali kepada orang-orang yang ingin menjadi baik.
4.      Membaca buku-buku yang memalingkan dari agama, seperti novel percintaan, buku cerita-cerita yang tidak masuk akal hingga berseri-seri, majalah-majalah tentang kehidupan artis dan lainnya. Karena hal ini akan memberikan angan-angan tidak bertepi kepada remaja, yang tentu mereka akan berkeinginan untuk menjadi seperti apa yang mereka baca itu.
Hal ini bisa diatasi dengan remaja itu sendiri yang sadar untuk membaca buku-buku yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Orangtua juga berperan aktif dalam memilihkan bacaan yang “sehat” untuk anak-anaknya. Serta pemerintah seharusnya tidak memberikan izin terbit dan edar kecuali terhadap buku-buku yang “sehat” dan manfaat.
5.      Persangkaan yang salah tentang agama. Banyak diantara remaja yang memiliki pemahaman bahwa agama tidak memberikan ruang berkreativitas, hingga tidak jarang diantara remaja yang berpaham  bahwa agama hanya untuk orang yang telah tua saja, hanya untuk orang yang jumud dan lain sebagainya.
Hal ini bisa diatasi dengan remaja yang membaca banyak referensi hingga terbuka pikirannya bahwa agama adalah jalan yang memudahkan kita untuk sukses di dunia dan akhirat. Orangtua harusnya juga memberikan penjelasan atau membiasakan anak-anaknya untuk mendapatkan pencerahan tentang agama. Para guru dan penceramah tentu juga bertanggungjawab dalam masalah ini.
Maka jadilah remaja yang hebat, para orangtua dan masyarakat yang hebat agar tercipta masa depan yang lebih indah.

(Disari dari kutaib “Min Musykilatis Syabab” yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin: 18-27)

Senin, 27 Juni 2016

"HAK ORANGTUAMU, PENUHILAH...!!!"




Oleh: Ransi Mardi al indragiri
Tumbuh kembangnya seorang manusia tidak terlepas dari peran penting kedua orangtua.
Ibu adalah orang yg susah payah mengandung hingga 9 bulan, berjuang antara hidup dan mati ketika melahirkan, tidak kenal lelah merawat dan mendidik hingga tumbuh besar membanggakan.
Ayah adalah orang yg tidak kenal lelah mencari rezeki dan memberikan rasa aman ketika ibu mengandung, melahirkan hingga membesarkan.
Gambaran kecil peran kedua orangtua ini menjadikan mereka memiliki HAK yg harus dipenuhi seorang anak setelah hak Allah dan RasulNya.
Karena memenuhi hak orangtua adalah keharusan, maka mengetahui apa saja hak itu merupakan hal yg sangat penting.
Di antara HAK itu adalah:
1. Berlaku baik kpd keduanya (ucapan, perbuatan, harta dan tenaga)
2. Berterimakasih kpd keduanya (lisan dan perbuatan)
3. Melayani keduanya
4. Bertutur kata yg lembut kpd keduanya
5. Selalu berwajah manis ketika menatapnya
6. Tidak menelantarkan keduanya ketika tua, sakit dan lemah
Memenuhi hak kedua orangtua harus dipenuhi dgn syarat berikut ini agar tidak berlebih-lebihan. di antara syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi hak kedua krangtua tidak dalam hal kemaksiatan kepada Allah dan RasulNya
2. Tidak pula membahayakan diri sendiri dalam memenuhi hak kedua orangtua.
Maka penuhilah....!!! Karena suatu saat nanti kita akan menjadi orangtua juga sebagaimana orangtua kita hari ini..
Insyaallah.
(Disari dari kutaib "Huquuqun da'at ilaiha al Fithroh waa qorrorotha al syari'ah" yg ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin. Hal: 14-16)

Rabu, 25 Mei 2016

"BELAJAR DARI LEBAH"



Oleh: Ransi Mardi al indragiri
Sarana menggali pelajaran hidup bisa didapat dari banyak hal. Bisa dari sesama makhluk hidup, benda mati dan lain sebagainya.
Pada kesempatan kali ini kita akan belajar kepada binatang yg Allah sebut namanya di dalam Al Qur'an, yaitu LEBAH.
Di dalam menafsirkan surat an Nahl ayat ke-78, Imam as Suyuthi mencantumkan banyak hadits tentang keutaman LEBAH yg bisa kita ambil pelajaran darinya.
Di antaranya adalah:
1. Lebah mengkonsumsi dan menerima hanya dari yg baik (saripati bunga), maka seorang muslim tidak sepantasnya mengkonsumsi kecuali yang halal dan baik serta menerima hanya sesuatu yg baik dan benar. apakah berbentuk makanan, minuman, pakaian dan informasi ataupun berita. ketika seorang muslim mampu memfilter apa-apa yang akan diterimanya, maka itu akan baik bagi dunia dan akhiratnya.
2. Lebah menghasilkan sesuatu yang baik (madu), maka hendaknya seorang muslim yg baik adalah muslim yg menghasilkan tingkahlaku dan perbuatan serta tutur kata yg baik.
3. Lebah tidak merusak tempat menetap (dahan kayu), maka muslim yg baik adalah muslin yg tidak membuat keresahan di tengah lingkungannya, apakah tempat tinggal, lingkungan kerja dll.
4. Kehidupan sosial lebah sangat solid (tidak saling menjatuhkan namun saling menguatkan ketika lebah hinggap di sarangnya), begitulah sebaiknya seorang muslim yg baik. Bekerjasama, bahu-membahu dalam kebenaran. tiduk saling sikut-menyikut demi kepentingan diri sendiri, keluarga, atau organisasi tempat dia bernaung.
5. Lebah tidak mudah terpengaruh (tidak semua saripati bunga yg dikonsumsi lebah itu manis, namun tetap tidak akan menjadi racun madu yg keluar dari perutnya), hiruk-pikuk masyarakat yg lebih banyak perbuatan buruk hendaknya tidak dengan mudah merubah sisi keislaman seorang muslim.
Wallaahu a'laam..
(Penjelasan ini disari dari HR. Ibnu Abi Syaibah: 11/21, HR. at Thabrani: 179 hadits Thobroni ini didhoifkan al Bani, HR. Al Hakim:1/75, dan HR. Ahmad:2/199. Di dalam kitab Ad Daar al Mantsur fii at Tafsiir bii al Ma'tsur. Imam as Suyuthi: 9/76-77)

Kamis, 28 April 2016

"MODAL MENDAPATKAN ILMU"



Oleh: Ransi Mardi al indragiri
Dalam hidup ini, segala sesuatunya memerlukan modal untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Begitu pula dengan menuntut ilmu, ada modal yang yang harus dimiliki bila ingin mendapatkan ilmu yang barokah lagi manfaat.
Dalam hal ini Imam Syafii (150-204 H) berkata, "Akhi, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara. Akan aku sampaikan kepadamu perinciannya.
1. Kecerdasan
2. Rakus (menuntut ilmu)
3. Kesungguhan
4. Kesederhanaan dalam hidup
5. Bersahabat dengan ustad
6. Lama masa belajarnya."
Biasanya poin yang ke-4, 5 dan 6 sering dilupakan dan disepelehkan.
Padahal siapa kita jika dibandingkan dengan Nabi dan para sahabatnya? Nabi adalah guru dari para sahabat, namun keseharian mereka sangat sederhana dan bersahabat serta menjadikan menuntut ilmu sebagai program seumur hidup.
(Al Hikmah fii ad Dakwah ila Allah. Said bin Ali bin Wahb al Qohthoni: 51)

KETIKA AL QUR'AN MENJADI MUSUH



oleh: Ransi Mardi al indragiri
Umumnya, kita hanya tahu bahwa Al Qur'an adalah pemberi syafaat atau bahasa lainnya adalah penolong.
Namun siapa sangka, Rasulullah mengabarkan bahwa selain menjadi penolong (pemberi syafaat), Al Qur'an juga bisa menjadi musuh. Hal ini bedasarkan Hadits yg diriwayatkan imam Muslim no. 223 atau no. 23 dalam 40 Hadits imam an Nawawi.
Kapan Al Qur'an menjadi musuh?
Di antara penyebab Al qur'an menjadi musuh adalah:
1. Menghindar dari mempelajari Al Qur'an (pen-cara membaca, cara memahami dan cara mengamalkan)
2. Ketika banyak membaca Al qur'an, namun tidak diamalkan isinya, maka dosanya bertambah.
(Al Waafi fii syarah al Arba'in an Nawawi. Dr. Mushthofa al Bugha dan Mihyudin mistu: 179 dan Syarah Shahih Muslim. Imam an nawawi: 3/87)

Kamis, 21 April 2016

"Hadits HASAN SHAHIH"


Oleh: Ransi Mardi al indragiri


Sering kali kita mendengar seorang da'i menyampaikan Hadits, dan diakhiri dengan mengatakan "hadits ini HASAN SHAHIH." 
Nah, tahukah anda apa itu hadits HASAN SHAHIH?
- Yang terkenal yang memberikan istilah Hadits HASAN SHAHIH di kalangan ulama Hadits adalah imam Thirmizi (209-275 H)
- Hadits HASAN SHAHIH maksudnya ada dua sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar al Atsqolani dan as Suyuthi;
1. Jika sebuah Hadits ada dua jalur periwayatan atau lebih, maka Hadits ini disebut HASAN SHAHIH bila derajatnya HASAN menurut satu riwayat dan SHAHIH menurut riwayat yang lain.
2. Jika sebuah Hadits hanya diriwayatkan dari satu jalur periwayatan, maka Hadits ini disebut HASAN SHAHIH bila HASAN menurut sebagian ulama Hadits dan SHAHIH menurut sebagian ulama Hadits yang lain.
Secara mudahnya, Hadits HASAN SHAHIH adalah Hadits yang diperselisihkan Ulama Hadits antara HASAN atau SHAHIH.
(Taisir Mushtholah al Hadits. DR. Mahmud at Thohhan: 40)

Kamis, 14 April 2016

Pendusta di Sekitar Kita



Pendusta di sekitar kita
oleh: Ransi Mardi al indragiri
Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam bersabda, “Cukuplah seseorang dianggap sebagai pendusat jika ia menceritakan seluruh apa yang didengarnya.” (HR. Muslim: 5 dan 6)
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin menjelaskan, maksud Hadits ini adalah:
-          Orang yang dengan mudahnya menceritakan semua yang didengarnya tanpa menyeleksi atau mengklarifikasinya. Maka orang ini akan mudah terjerumus dalam kebonhongan.
-          Menyampaikan atau memahami ayat Al Qur’an tanpa merujuk ke tafsir Al Qur’an.
-          Menyampaikan Hadits Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam yang tidak jelas Shahih atau Dhaifnya.
-          Menyampaikan Hadits Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam tanpa merujuk ke syarahnya.
-          Berlagak puas dengan apa yang tidak diberikan kepadanya.

(Syarah Riyadhus Shalihin. Muhammad bin Shaleh al Utsaimin: 4/399-402)

Syaikh Abdul Qodir Jailani dalam bermajelis ilmu



Syaikh Abdul Qodir al Jailani, adalah seorang ulama yang terkenal dengan keluasan ilmunya dan ulama reformis, hingga ulama sekaliber as Sam’ani memberikan gelar ‘al Imam’, sedangkan Adz Dzahabi memberikan gelar Syekhul Islam. Beliau lahir pada tahun 470 H di Jailan, yaitu sebuah daerah terpencil di Thabaristan.[1] Beliau mengembara dalam mengikuti majelis para ulama sejak usia 18 tahun, perjalanan pertama beliau adalah ke Baghdad. Beliau menghabiskan 32 tahun untuk menimba ilmu di majelis-majelis para ulama hingga beliau menjadi seorang ‘alim dan menjadi rujukan. Selama menuntut ilmu beliau mengalami penderitaan dan kekurangan, namun hal itu tidak menghalangi beliau. Beliau juga pernah menceritakan betapa rasa lapar berhari-hari yang beliau rasakan selama menuntut ilmu, beliau pernah memungut sampah dari sayuran, Kharnub[2], dan kubis dari tepi sungai.
Setelah perjalanan panjang yang beliau lalui, beliau mulai mendirikan madrasah keilmuan dan majelis-majelis nasihat di tahun 520 H.[3] Disinilah banyak penuntut ilmu datang bermajelis kepada Syekh Abdul Qadir Jailani untuk menimba ilmu darinya. Dari majelis-majelis yang beliau bina ini pulalah kelak lahir generasi Shalahudin al Ayyubi, karena beliau menjalin kerjasama dengan madrasah yang didirikan oleh Imadudin az Zanki. Imadudin az Zanki adalah bapak dari Nurudi Mahmud, sedangkan Nurudin Mahmud adalah paman dari Shalahudin al Ayyubi. Beliau meninggal dunia pada tahun 561 H di usia ke 91 tahun, sebuah riwayat menyebutkan bahwa sebelum meninggal beliau mengalami sakit selama sehari semalam.

(Diambil dari buku BELAJAR DI MAJELIS ILMU. penulis Ransi Mardi al Indragiri)

[1]  Thabaristan adalah wilayah kuno yang kini berada di Iran.
[2]  Sejenis tumbuhan berduri dan padat seperti apel, namun rasanya pahit.
[3]  Ibid: 177