·
Hukum memandikan
jenazah
Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum memandikan jenazah. Jumhur ulama
(sebagian besar ulama) berpendapat bahwa memandikan jenazah hukumnya adalah
fardhu kifayah yang didasarkan dari sabda Nabi SAW “Mandikanlah ia dengan air
dan daun bidara, lalu kafanilah dengan dua baju”[1]. Sedangkan
sekolompok ulama yang lain berpendapat bahwa memandikan jenazah hukumnya
adalah sunnah atas kifaayah (namun pendapat ini lemah).
·
Orang yang
memandikan jenazah
Syarat
orang yang memandikan jenazah yang disepakati ada tiga:
1. Islam,
tidak sah jika yang memandikan jenazah adalah orang kafir, karena memandikan
jenazah adalah perkara ibadah.
2. Niat,
ini didasarkan pada hadits Nabi SAW “Setiap amalan itu tergantung niatnya”[2].
Sebagian ulama berpendapat bahwa niatnya harus diucapkan.
3. Berakal,
dan tidak sah jika yang memandikan jenazah adalah orang yang tidak berakal,
apakah itu gila, pingsan, anak-anak dan lain sejenisnya.
Kemudian
para ulama juga bersepakat tentang pensyaratan mayit laki-laki dimandikan oleh
laki-laki dan mayit perempuan dimandikan oleh perenpuan, hanya saja mazhab
Syafi’iyah membolehkan laki-laki memandikan mayit perempuan yang umurnya
dibawah tiga tahun, begitu juga sebaliknya. Kemudian jumhur juga bersepakat
tentang bolehnya seorang suami memandikan mayit istrinya dan sebaliknya[3].
Hingga, jika ada seorang wanita yang bukan mahrom mayit laki-laki dan seorang
lelaki kafir, maka mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa lelaki kafir lebih berhak
memandikan simayit laki-laki tadi.
Kemudian
para ulama juga mensyaratkan yang memandikan jenazah adalah orang yang tsiqoh
(bertaqwa) dan bisa dipercaya. Ini didasarkan sabda Nabi SAW “Janganlah mayit
di antara kalian dimandikan kecuali oleh orang yang terpercaya”[4]. Karena
ditakutkan dia akan menceritakan aib simayit nantinya. Kemudian disyaratkan
juga orang yang mengerti tata cara memandikan jenazah serta sebagian ulama yang
lain juga melarang orang yang membunuh mayit untuk memandikan orang yang telah dibunuhnya.
·
Larangan dalam
memandikan jenazah
Ada
beberapa perkara yang dilarang dalam prosesi pemandian jenazah:
1. Hendaknya
mayit dimandikan di tempat yang tidak terlihat oleh banyak atau tempat yang
tertutup dari penglihatan orang banyak.
2. Tidak
memandikan mayit langsung di bawah langit (prosesi pemandian jenazah tidak di
tempat yang beratap).
3. Hendakanya
orang yang tidak berkepentingan dalam prosesi pemandian tidak mendatangi tempat
pemandian jenazah.
4. Tidak
meminta imbalan atau upah dari memandikan jenazah, ini adalah pendapat jumhur
ulama. Hanya saja mazhab Hanafiah membolehkan meminta upah setelah memandikan
jenazah.
5. Tidak
menggunakan air panas atau air dingin dalam prosesi pemandian jenazah.
Ditakutkan merusak keadaan jenazah.
6. Hendaknya
orang yang memandikan jenazah tidak menyeentuh aurat jenazah kecuali dengan
menggunakan alas atau sarung tangan. Dan lebih baik lagi memandikan jenazah
dengan menggunakan alas tangan agar tidak terkontaminasi langung.
7. Tidak
membuka aurat jenazah.
8. Tidak
menceritakan aib simayit yang dilihat ketika memandikannya.
·
Anjuran dalam
memandikan jenazah
Ada
beberapa perkara yang dianjurkan dalam prosesi memandikan jenazah:
1. Yang
memandikan mayit hendaklah kerabat terdekat dari simayit, jika tidak ada, maka
orang laki-laki. Jika seorang mayit cuma ada disana seorang wanita muslim dan
lak-laki kafir, maka laki-laki kafir lebih didahulukan untuk memandikan mayit.
2. Dimulai
dengan membaca basmalah (bismillaahir rohmaanir rohiim)
3. Dimulai
memandikan mayit dari anggota tubuh bagian wudhu
4. Dimulai
dari bagian anggota tubuh bagian kanan
5. Membasuh
atau menyiram keseluruh tubuh mayit
6. Menutup
jumlah siraman air kepada simayit dengan jumlah bilangan ganjil, 3, 5, 7 dan
seterusnya
7. Memandikan
mayit didahulukan dengan air daun bidara, atau air kapur barus.
8. Memotong
kumis dan kuku yang telah panjang. Walaupun disana banyak ulama yang berbeda
pendapat antara yang mensunahkan atau yang melarang bahkan. Tetapi pendapat
yang kuat adalah lebih utama untuk memotong kumis dan kuku yang sudah panjang
9. Menyisir
rambut dan jenggotnya
10.
Mewudhukan mayit
setelah dimandikan
11.
Memberikan
wewangian di kepala, jenggot dan tempat-tempat sujud dari anggota bagian tubuh.
12.
Sebagian ulama
berpendapat dianjurkan untuk tidak membuka pakaian simayit ketika dimandikan.
Imam Syafi’I adalah salah seorang ulama yang berpendapat seperti ini. tetapi
imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mayit dilepas pakaiannya ketika dimandikan.
Imam Malik juga sependapat dalam masalah ini dengan Abu Hanifah.
·
Perlengkapan memandikan jenazah
1.
Air mutlak atau air yang suci dan bisa digunakan untuk
mensucikan.
2.
Ember atau galon sebagai tempat atau wadah air.
3.
Gayung, sabun, dan handuk.
4.
Daun bidara atau kapur barus.
5.
Wangi-wangian
6.
Kain basahan bagi si mayit
7.
Sarung tangan
8.
Tempat yang tertutup dari pandangan orang banyak dan
tertutup dari langit (beratapa).
9.
Kapas secukupnya.
10.
Tempat pemandian
yang tinggi dan bantalan untuk kepala mayit.
·
Tata cara memandikan jenazah
1. Mempersiapkan seluruh
persiapan yang dibutukan untuk memandikan jenazah.
2. Memulai dengan
berniat. Dan dianjurkan untuk melafazkan niat atau mengucapkan niat. Adapaun lapaz
niat yang umun di Indonesia adalah,
نَوَيْتُ لِغُسْلِ هَذَا المَيْتِ فَرْضُ كِفَايَةٍ
لِلهِ تَعَالَى
Latinnya:
“Nawaitu lighusli haadzal mayti fardhu kifaayatin lillaahi ta’alaa”.
Artinya: “Aku
berniat untuk memandikan jenazah ini fardhu kifayah karena Allah ta’alaa”.
3. Mengucapkan lafaz
basamalah “Bismillaahir rahmaanir rahiim” untuk memulai prosesi
pemandian jenazah.
4. Memulai memandikan
jenazah dengan membasuh bagian tubuh yang biasa dibasuh ketika berwudhu. Namun hanya
mendahulukan bagian wudhu bukan berwudhu.
5. Membasuh anggota
tubuh dengan mendahulukan anggota tubuh bagian sebelah kanan.
6. Menyiram seluruh
tubuh.
7. Membersihkan lubang-lubang,
seperti lubang hidung dan lubang telinga. Kemudian membersihkan sela-sela,
seperti sela-sela jari-jemari. Membersihkan mulut, menyelah-nyelah jenggot, dan
setiap anggota bagian tubuh yang biasanya sulit dibersihkan.
8. Memotong kuku dan
merapikan jenggtonya.
9. Membersihkan dubur
dan kemaluan. Hendaknya bagian perut ditekan-tekan agar kotoran yang tersisa
keluar. Jika cairan atau kotoran keluar
secara terus-menerus, maka disumbat dengan menggunakan kapas.
10.
Menyiram seluruh anggota bagian tubuh secara merata.
11.
Mewudhukan jenazah
12.
Mengeringkan air pada jenazah dengan menggunakan handuk.
13.
Ingat, setiap proses pemandian jenazah ini tanpa membuka
aurat dan dianjurkan menggunakan sarung tangan.
·
Orang syahid (orang yang gugur atau meninggal) di medan perang
Untuk
orang islam yang syahid (gugur di medan perang), ulama berbeda pendapat tentang
hukum di dalamnya. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang syahid di
medan perang tidak dimandikan, tidak dikafankan, dan tidak dishalatkan. Dia
dikuburkan dengan apa yang dia pakai. Mereka berdalil dengan perbuatan
Rasulullah SAW ketika selesai perang uhud dimana banyak dari kalangan muslimin
yang terbunuh, maka Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk langsung
menguburkan para syuhada (orang muslim yang gugur di medan perang) itu. Tetapi
imam Abu Hanifah berpendapat bolehnya orang yang syahid di medan perang
untuk dishalatkan. Sedangkan Al Hasan al Bashri dan Ibnu Musayyib (ulama
Tabiin) berpendapat bolehnya dishalatkan orang yang syahid di medan perang.
Mereka berhujjah bahwa ketika perang uhud itu keadaan sangat mendesak. Disini
kami pemakalah menganalisa tidak adanya pertentangan di antara para ulama dalam
masalah ini. Nabi SAW ketika memerintahkan segera menguburkan para syuhada pun
tidak melarang untuk memandikan ataupun menshalatkan para syuhada.
·
Janin yang
keguguran
Jumhur
ulama berpendapat bahwa janin yang keguguran setelah
terlihat tanda-tanda kehidupan padanya maka wajib hukumnya untuk dimandikan,
dikafankan, dishalatkan dan dikuburkan. Sedangkan Imam Syafi’I dan Ahmad bin
Hambal berpendapat tidak dimandikan jika umur janinnya dibawah empat bulan,
hanya saja Imam Ahmad membolehkan untuk dishalatkan jika umur janinnya
sudak melebihi empat bulan.
·
Suami istri yang
jatuh thalaq dan hukum memandikan orang kafir
Jumhur
ulama bersepakat keharaman suami istri yang telah jatuh
thalaq ba’in untuk memandikan jika salah satunya meninggal. Kemudian jumhur
ulama, diantaranya Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan para sahabatnya
membolehkan untuk memandikan mayit salah satu dari suami istri yang telah
meninggal jika thalaq yang jatuh adalah thalaq raj’iyah. Tetapi Imam Syafi’I
tidak membolehkan suami istri yang jatuh thalaq raj’iya untuk memandikan jikan
salah satunya meinggal dunia. ,mereka beralasan bahwa hubungan suami istri itu
terputus sejak meninggalnya manusia.
Kemudian
para ulama berbeda pendapat dalam masalah memandikan mayit yang bukan orang
islam. imam Malik berpendapat bahwa anak orang kafir tidak dimandikan
dan tidak dikuburkan apalagi dishalatkan, tentu lebih tidak lagi. Kemudian Imam
Abu Hanifah, Imam Syafi’I dan Imam Sufyan Ats tsauri membolehkan memandikan
kerabat dari golongan musyrik jika meninggal dunia. Tetapi Ibnu Mandzur
berpendapat bahwa memandikan mayit orang musyrik bukanlah sunnah yang harus
diikuti.
·
Mandinya orang
yang memandikan jenazah
Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa salah satu mandi yang diwajibkan adalah mandinya orang
yang memandikan jenazah. Tetapi para ulama berbeda pendapat di dalamnya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang memandikan jenazah maka wajib
baginya untuk mandi. Tetapi sebagian lagi berpendapat tidak wajibnya mandi bagi
orang yang memandikan jenazah sebagaimana hadits dari Asma’ ketika Abu Bakar As
shiddiq meninggal dunia.