MEMANDIKAN JENAZAH
Oleh : Ransi
Mardi al indragiri
·
Hukum memandikan jenazah
Para ulama berbeda pendapat dalam
masalah hukum memandikan jenazah. Jumhur ulama berpendapat bahwa
memandikan jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah yang didasarkan dari sabda
Nabi SAW “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, lalu kafanilah dengan dua
baju”[1].
Sedangkan sekolompok ulama yang lain berpendapat bahwa memandikan
jenazah hukumnya adalah sunnah atas kifaayah.
·
Orang yang memandikan jenazah
Syarat orang yang memandikan jenazah
yang disepakati ada tiga:
1. Islam, tidak sah
jika yang memandikan jenazah adalah orang kafir, karena memandikan jenazah
adalah perkara ibadah.
2. Niat, ini
didasarkan pada hadits Nabi SAW “Setiap amalan itu tergantung niatnya”[2].
Sebagian ulama berpendapat bahwa niatnya harus diucapkan.
3. Berakal, dan
tidak sah jika yang memandikan jenazah adalah orang yang tidak berakal, apakah
itu gila, pingsan, anak-anak dan lain sejenisnya.
Kemudian para ulama juga bersepakat
tentang pensyaratan mayit laki-laki dimandikan oleh laki-laki dan mayit
perempuan dimandikan oleh perenpuan, hanya saja mazhab Syafi’iyah
membolehkan laki-laki memandikan mayit perempuan yang umurnya dibawah tiga
tahun, begitu juga sebaliknya. Kemudian jumhur juga bersepakat tentang bolehnya
seorang suami memandikan mayit istrinya dan sebaliknya[3].
Hingga jika ada seorang wanita yang bukan mahrom mayit laki-laki dan seorang
lelaki kafir, maka mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa lelaki kafir lebih
berhak memandikan simayit laki-laki tadi.
Kemudian para ulama juga mensyaratkan
yang memandikan jenazah adalah orang yang tsiqoh dan bisa dipercaya. Ini
didasarkan sabda Nabi SAW “Janganlah mayit diantara kalian dimandikan kecuali
oleh orang yang terpercaya”[4].
Karena ditakutkan dia akan menceritakan aib simayit nantinya. Kemudian
disyaratkan juga orang yang mengerti tata cara memandikan jenazah serta
sebagian ulama yang lain juga melarang orang yang membunuh mayit untuk
memandikan orang yang telah dibunuhnya.
·
Larangan dalam memandikan jenazah
Ada beberapa perkara yang dilarang dalam prosesi pemandian
jenazah:
1. Hendaknya mayit
dimandikan di tempat yang tidak terlihat oleh banyak atau tempat yang tertutup
dari penglihatan orang banyak.
2. Tidak memandikan
mayit langsung di bawah langit.
3. Hendakanya orang
yang tidak berkepentingan dalam prosesi pemandian tidak mendatangi tempat
pemandian jenazah.
4. Tidak meminta
imbalan atau upah dari memandikan jenazah. Hanya saja mazhab Hanafiah
membolehkan meminta upah setelah memandikan jenazah.
5. Tidak
menggunakan air panas atau air dingin dalam prosesi pemandian jenazah.
Ditakutkan merusak keadaan jenazah.
6. Hendaknya orang
yang memandikan jenazah tidak menyeentuh aurat jenazah kecuali dengan
menggunakan alas atau sarung tangan. Dan lebih bail lagi memandikan jenazah
dengan menggunakan alas tangan agar tidak terkontaminasi langung.
7. Tidak membuka
aurat jenazah.
8. Tidak
menceritakan aib simayit yang dilihat ketika memandikannya.
·
Anjuran dalam memandikan jenazah
Ada beberapa perkara yang dianjurkan dalam prosesi memandikan
jenazah:
1. Yang memandikan
mayit hendaklah kerabat terdekat dari simayit, jika tidak ada, maka orang
laki-laki. Jika seorang mayit Cuma ada disana seorang wanita muslim dan
lak-laki kafir, maka laki-laki kafir lebih didahulukan untuk memandikan mayit.
2. Dimulai dengan
membaca basmalah
3. Dimulai
memandikan mayit dari anggota tubuh bagian wudhu
4. Dimulai dari
bagian anggota tubuh bagian kanan
5. Membasuh atau
menyiram keseluruh tubbuh mayit
6. Menutup jumlah
siraman air kepada simayit dengan jumlah bilangan ganjil, 3, 5, 7 dan
seterusnya
7. Memandikan mayit
didahulukan dengan air daun bidara, atau air kapur barus.
8. Memotong kumis
dan kuku yang telah panjang. Walaupun disana banyak ulama yang berbeda pendapat
antara yang mensunahkan atau yang melarang bahkan. Tetapi pendapat yang kuat
adalah lebih utama untuk memotong kumis dan kuku yang sudah panjang
9. Menyisir rambut
dan jenggotnya
10. Mewudhukan mayit
setelah dimandikan
11. Memberikan
wewangian di kepala, jenggot dan tempat-tempat sujud dari anggota bagian tubuh.
12. Sebagian ulama berpendapat
dianjurkan untuk tidak membuka pakaian simayit ketika dimandikan. Imam Syafi’I
adalah salah seorang ulama yang berpendapat seperti ini. tetapi imam Abu
Hanifah berpendapat bahwa mayit dilepas pakaiannya ketika dimandikan. Imam
Malik juga sependapat dalam masalah ini dengan Abu Hanifah.
·
Syahid di medan perang
Untuk orang islam yang gugur di medan
perang, ulama berbeda pendapat tentang hukum di dalamnya. Jumhur ulama
berpendapat bahwa orang yang syahid di medan perang tidak dimandikan, tidak
dikafankan, dan tidak dishalatkan. Dia dikuburkan dengan apa yang dia pakai.
Mereka berdalil dengan perbuatan Rasulullah SAW ketika selesai perang uhud
diman banyak dari kalangan muslimin yang terbunuh, maka Rasulullah
memerintahkan para sahabat untuk langsung menguburkan para syuhada itu. Tetapi
imam Abu Hanifah berpendapat bolehnya orang yang syahid di medan perang
untuk dishalatkan. Sedangkan Al Hasan dan Ibnu Musayyib berpendapat
bolehnya dishalatkan orang yang syahid di medan perang. Mereka berhujjah bahwa
ketika perang uhud itu keadaan sangat mendesak. Disini kami pemakalah
menganalisa tidak adanya pertentangan di antara paara ulama dalma masalah ini.
Nabi SAW ketika memerintahkan segera menguburkan para syuhada pun tidak
melarang untuk memandikan ataupun menshalatkan para syuhada.
·
Janin yang keguguran
Jumhur ulama berpendapat bahwa janin yang
keguguran setelah terlihat tanda-tanda kehidupan padanya maka wajiba hukumnya
untuk dimandikan, dikafankan, dishalatkan dan dikuburkan. Sedangkan Imam
Syafi’I dan Ahmad bin Hambal berpendapat tidak dimandikan jika umur
janinnya dibawah empat bulan, hanya saja Imam Ahmad membolehkan untuk
dishalatkan jika umur janinnya sudak melebihi empat bulan.
·
Suami istri yang jatuh thalaq dan hukum memandikan
orang kafir
Jumhur ulama bersepakat keharaman suami istri
yang telah jatuh thalaq ba’in untuk memandikan jika salah satunya meninggal.
Kemudian jumhur ulama, diantaranya Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan para
sahabatnya membolehkan untuk memandikan mayit salah satu dari suami istri
yang telah meninggal jika thalaq yang jatuh adalah thalaq raj’iyah. Tetapi Imam
Syafi’I tidak membolehkan suami ustri yang jatuh thalaq raj’iya untuk
memandikan jikan salah satunya meinggal duani. ,mereka beralasan bahwa hubungan
suami istri itu terputus sejak meninggalnya manusia.
Kemudian para ulama berbeda pendapat
dalam masalah memandikan mayit yang bukan orang islam. imam Malik berpendapat
bahwa anak orang kafir tidak dimandikan dan tidak dikuburkan apalagi
dishalatkan, tentu lebih tidak lagi. Kemudian Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I
dan Imam Sufyan Ats tsauri membolehkan memandikan kerabat dari golongan
musyrik jika meninggal dunia. Tetapi Ibnu Mandzur berpendapat bahwa
memandikan mayit orang musyrik bukanlah sunnah yang harus diikuti.
·
Mandinya orang yang memandikan jenazah
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
salah satu mandi yang diwajibkan adalah mandinya orang yang memandikan jenazah.
Tetapi para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Sebagian ulam berpendapat bahwa
orang yang memandikan jenazah maka wajib baginya untuk mandi. Tetapi sebagian
lagi berpendapat tidak wajibnya mandi bagi orang yang memandikan jenazah
sebagaimana hadits dari Asma’ ketika Abu Bakar As shiddiq meninggal dunia.
·
Maroji’:
1. Al wajiz fii
fiqhi islam – Wahbah Az zuhaili
2. Zaadu al ma’had
– Ibnu Qoyyim Al jauziyah
3. Bidayatu al
mujtahid wa nihayatu al muqtashid – Ibnu Rusyd
4. Fatawa Imam
Nawawi – bab memandikan jenazah
5. Dan berbagai
makalah dan buku berbahasa Indonesia tentang memandikan jenazah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar