ABU BAKAR AS SHIDDIQ RA.
( PONDASI KETIKA WAHYU TIDAK LAGI
TURUN )
(( Abu Bakar As shiddiq adalah manusia yang paling baik, kecuali
jika orang itu adalah Nabi ))[1]
Prolog
Ketika Rasulullah sallahu ‘alaihi
wasallam wafat, Islam serasa ikut ‘tenggelam’ dengan ‘perginya’ sallahu
‘alaihi wasallam. Hingga sahabat sekelas Umar bin Khattab tidak bisa
menerima kepergian Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Tentu bagi
sahabat-sahabat yang lain hal ini sangat menyesakkan dada, apalagi bagi mereka
yang berislam dengan ‘terpaksa’ dan hidup di pinggiran wilayah Islam. pada
akhirnya banyak dikalangan umat Islam kala itu yang murtad, menolak sebagian
kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim, keinginan memisahkan diri dari
wilayah Islam dan lain sebagainya. Padahal ketika Rasulullah sallahu ‘alaihi
wasallam wafat, ketika itu pula wahyu dari Allah ta’ala terhenti.
Bisa kita bayangkan bagaimana peliknya keadaan ketika itu.
Bila yang memimpin Islam kala itu
bukanlah seseorang yang kuat menggenggam Islam, maka bisa jadi Islam ‘tidak
samapai’ kehadapan kita hari ini. Islam akan lenyap di tengah-tengah kecamuk
yang tentu kian hari kian menjadi. Disinilah Allah ta’ala memperlihatkan
kepada kita bagaimana agama ini dijaga dan dilindungi melalui perantara
hamba-hambanya yang berhak dan pantas untuk mengemban amanah ini. Allah ta’ala
tidak memberikan amanah ( Khalifah setelah Rasulullah sallahu ‘alaihi
wasallam ) kepada orang-orang yang belum pantas menerimanya. Karena masih
ada orang yang lebih pantas dan berhak untuk menerima dan menjalankan amanah
ini di tengah-tengah mereka.
Pondasi
Kokoh
Tentu sebuah bangunan yang kokoh
didasari dengan pondasi yang kokon pula, bila pondasinya lemah, maka bangunan
diatasnya juga akan lemah dan goyah walau dibangun dengan bahan terbaik dan
takaran terbaik. Begitu juga dalam Islam. Islam tidak bisa dipungkiri lagi
telah diturunkan secara sempurna, tidak ada keraguan atasnya dan pondasinya
adalah sekokoh-kokohnya pondasi yang pernah ada. Tetapi ‘sepeninggalan’ Rasulullah
sallahu ‘alaihi wasallam keadan berputar ‘180 derajat’. Siapa pun yang
memimpin setelah kepemimpinan Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam tentu
akan menemui banyak kesulitan, tentu akan banyak mendapatkan penentangan dan
penolakan. Maka tidaklah berlebihan jika julukan ‘The Great Leader’ disematkan
kepada Abu Bakkar As shiddiq dari kalangan manusia biasa setelah Rasulullah sallahu
‘alaihi wasallam. Ini sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Thirmizi dari Raslullah sallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak
selayaknya seseorang dari suatu kaum untuk menjadi imam padahal di
tengah-tengah mereka ada Abu Bakkar”. Tentu Rasulullah sallahu ‘alaihi
wasallam sangat memahami bahwa seorang imam itu haruslah orang yang terbaik
dikalanganya. Para sahabat yang lain juga tidak menutup mata untuk mengakui
keutamaan Abu Bakkar As shiddiq. Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu
Umar, Ibnu Abbas, Muaz bin Jabbal, Ibunda Aisyah dan banyak lagi dari kalangan
sahabat yang dengan lantang tanpa ragu menyampaikan keutamaan Abu Bakkar As
shiddiq setelah Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Sampai-sampai
sahabat seperti Umar bin Khattab berkata di atas mimbar, “Ketahuilah orang yang
paling utama dari umat ini setelah Nabinya adalah Abu Bakkar. Maka barang siapa
yang mengatakan perkataan selain ini berarti dia telah berbohong dan dia akan
diazab akan kebohongannya”[2].
Ali bin Abi Thalib[3]
pun tidak ketinggalan dengan mengaatakan, “Sebaik-baik umat ini setelah Nabinya
adalah Abu Bakkar dan Umar”[4].
Tidak ada ulama dari kalangan Ahlu sunnah wal jamaah yang meragukan keutamaan
Abu Bakar As shiddiq. Ini dibuktikan dengan keberhasilannya meredang kecamuk
yang terjadi dalam tubuh umat Islam.
Tentu keutamaan yang dimiliki oleh Abu Bakar As shiddiq tidak
didapat begitu saja, tidak tiba-tiba jadi super baik ketika Abu Bakar masuk
Islam, akan tetapi melalui jalan panjang yang menyampaikannya kepada kedudukan
yang semulia dan setinggi itu.
Kita mulai dari
masa Jahiliyahnya, Abu Bakar As shiddiq adalah sahabat yang
paling bersih di masa Jahilihnya, ini sebagaiman penuturan ibunda Aisyah dalam
hadits shahih, beliau berkata, “Demi Allah Abu Bakar tidak pernah melantunkan
satu syair pun di masa jahiliyah dan tidak pula di masa Islam, Dia dan Utsman
tidak pernah minum minuman keras di zaman jahiliyah[5],
hal senada juga dikatakan oleh Abdullah bin Zubair. Modal langka yang tidak
dimiliki oleh setiap orang, padahal Abu Bakar hidup di tengah-tengah masyarkat
Makkah yang kental dengan kejahiliyahannya.
Di masa awal-awal Islam, Abu Bakar As shiddiq adalah
orang yang lagi pertama menerimanya dan konsisten. Sebagai mana sabda
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak seorang pun yang aku ajak
bicara mengenai Islam kecuali dia akan selalu enggan dan mengingkari saya kecuali
Ibnu Quhafah, dimana setiap kali saya mengatakan sesuatu tentang Islam dia
selalu menerimanya dan konsisten dengan apa yang saya katakana”[6].
Bisa kita bayangkan ketika awal dakwah Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam
dimana kebanyakan orang Makkah kala itu yang Abu Bakkar ada di tengah-tengah
mereka menyembah berhala dan mengingkari Allah, larut dalam kenikamatan dunia
dan pastinya tidak mudah menerima apalagi langsung menerima suatu ajaran yang
baru, kepercayaan yang baru yang bertentangan dengan keyakinan banyak orang
kala itu. Sebagaimana sabda Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam di atas,
Abu Bakar As shiddiq terus konsisten memegang Islam walau badai menghadang.
Ketika di Makkah mayoritas orang menolak akan dakwah Rasulullah sallahu
‘alaihi wasallam, bahkan tidak sedikit pula dari mereka yang melakukan
penentangan secara terbuka kepada Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam
dan para sahabatnya, hingga tidak sedikit pula orang yang berislam disiksa dan
dihinakan, tapi Abu Bakar As shiddiq tidak pernah tergoyahkan, bahkan belaiu
adalah sahabat yang paling berani membela Rasululah sallahu ‘alaihi wasallam
ketika beliau diganggu oleh orang-orang kafir Quraisy, beliau juga tidak
segan-segan membebaskan budak-budak yang disiksa oleh tuannya karena masuk
Islam[7].
ketika Isra’ Mi’raj, dimana setiap orang mengngkari apa yang baru saja
dilakukan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar langsung
mengamini apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam,
bahkan lebih dari itu beliau akan tetap mempercayai apa yang dikatakan oleh
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam.
Ketika Hijrah, Abu Bakar adalah sahabat yang
dipercaya oleh Nabi sallahu ‘alaihi wasallam untuk menemaninya dalam
perjalanan keMadinah. Belaiu pergi menemani Rasulullah sallahu ‘alaihi
wasallam di bawah kepungan kafir Quraisy yang ingin menghabisi Rasulullah sallahu
‘alaihi wasallam, sabar ketika dalam perjalanan panjang berliku yang tidak
seperti jalan biasa ditempuh, sabar ketika bersembunyi di gua Hira hingga
akhirnya sampai dengan selamat keMadinah. Tidak tergoyahkan sedikit pun
keimanannya walau keadaan sedemikian peliknya.
Di Madinah, tiada apapun yang diucapkan oleh
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam kecuali Abu Bakar adalah sahabat
yang selalu mengamininya. Kita mungkin menemui Umar bin Khattab yang begitu
tegas dalam kebanaran, begitu sigap ketika terjadi kesalahan dan sebagainya,
tapi keimanan Abu Bakar kepada Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam tetap
konsisten tidak lekang oleh waktu. Begitu juga ketika pasukan Islam terdesak
dalam peperangan Uhud, Abu Bakar adalah salah satu dari hanya beberapa sahabat
yang tetap melindungi Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Dan tidak ada
satu pun peperangan yang dlakukan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam
kecuali Abu Bakar ada di dalamnya.
Rasulullah
sallahu ‘alaihi wasallam wafat,
maka Abu Bakarlah yang mengingatkan manusia dan menyadarkan mereka bahwa Nabi sallahu
‘alaihi wasallam adalah manusia biasa yang akan mendatangi kematian
sebagaimana Nabi-nabi terdahulu. Ketika terjadi pertentangan para sahabat
tentang pemakaman Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar juga
yang mengingatkan sabda Nabi sallahu ‘alaihi wasallam tentang tata cara
pemakaman para Nabi. Ketika terjadi diskusi ‘panas’ antara Muhajirin dan
Anshar, Abu Bakar kembali tampil sebagai penengah dan pemberi solusi yang jitu.
Apapun yang beliau lakukan ‘sepeninggal’ Nabi sallahu ‘alaihi wasallam
selalu dilandaskan kepada apa yang dikatakan dan dikerjakan oleh Rasulllah sallahu
‘alaihi wasallam.
Tali
Simpul
Setidaknya sedikit
fakta yang terpapar di atas dapat membukakan mata kita, bahwa keutamaan yang
dimiliki oleh Abu Bakar As shiddiq berbanding lurus dengan apa yang
diusahakannya dari mulai masa jahiliyahnya hingga ‘ditinggal’ Rasulullah sallahu
‘alaihi wasallam. Keimanannya yang begitu utuh memudahkanya untuk
meluruskan aliran yang mulai goyah ketika ‘ditinggal’ Rasulullah sallahu
‘alaihi wasallam. Dengan keimanan yang kokoh bagai karang ini juga yang
mengantarkannya mampu menampal tanggul yang bocor. Saking tingginya keimanan
Abu Bakaq As shiddiq, Umar bin Khattab berkata, “Jika keimanan Abu Bakar As
shiddiq ditimbang dalam satu timbangan dan keimanan penduduk Madinah
dikumpulkan dalam satu timbangan yang lain maka niscaya keimanan Abu Bakar akan
lebih berat timbanyannya”.
Pondasi
keimanan yang dibangun dengan sabar dalam waktu yang begitu lama menjadikan Abu
Bakar As shiddiq kuat mengemban amanah yang tidak setiap orang berhak
menyandangnya, atau bahkan tidak ada yang berhak menyandang amanah ini selama
ada Abu Bakar As shiddiq di tengah-tengah mereka. Dengan pondasi keimanan yang
kokoh ini juga akhirnya Abu Bakar As shiddiq bisa menjawab tantangan ketika
umat Islam membutuhkan seorang pemimpin di tengah-tengah mereka. Beliau begitu berani dan tegas dalam
menerapkan Islam ‘sepeninggal’ Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam walau
banyak mendapatkan penentangan dari kalangan sahabat sendiri hingga umat Islam
kembali bersatu di bawah panji tauhid.
Keberhasilan Abu Bakar As shiddiq
dalam menyambung estapet kepemimpinan Islam dan menyatukan kembali seluruh
Jazirah Arab serta membasmi para pembangkang ini membuat musuh-musuh Islam yang
tadinya mulai ingin menggempur Islam setelah Rasulullah sallahu ‘alaihi
wasallam wafat kembali menahan diri. Serta masih banyak lagi keberhasilan
Abu Bakar As shiddiq yang tidak mungkin disampaikan dalam tulisan singkat ini. Tentu
tiada keberhasilan tanpa jerih payah yang setimpal untuk menggapainya.
Sahabat seperti Abu Bakar bukanlah
orang yang gila akan kedudukan atau tahta. Beliau ditunjuk dan diangkat oleh
umat melalui isyarat-isyarat yang telah diberikan jauh-jauh hari oleh
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tidak minta untuk dipilih,
beliau juga tidak mendaftarkan diri kepihak pemilihan, beliau tidak
mengeluarkan uang untuk memuluskannya untuk menjadi pemimpin dan tidak ada
spanduk atau iklan supaya dia terpilih. Tapi beliau menjalankan amanah dengan
sangat baik, bahkan tidak aka nada yang seperti itu. Berbeda dengan hari ini
yang terjadi di tengah-tengah kita. Untuk menjadi seorang Kepala Desa saja sekarang sudah banyak baliho-baliho
pencalonan diri dan minta dukungan, yang di bawah tangan alias di balik layar
tentu menjadi cara jitu para calon pemimpin hari ini utnuk terpilih dengan
seribu janji manis. Ketika terpilih bagaimana? Kita bisa melihat dan
menyaksikan sendiri apa yang ada dan berlangsung di tengah-tengah kita hari
ini.
(( Jibril datang kepadaku tadi. Lalu saya katakana kepadanya,
“Wahai Jibril, katakana kepadaku mengenai keutamaan-keutamaan Umar.” Jibril
berkata, “Andaikata aku mengatakan kepadamu mengenai keutamaan Umar, sepanjang
usia Nuh, maka tidak akan habis keutamaannya untuk saya bicarakan. Dan
ssungguhnya Umar adalah satu kebaikan dari kebaikan-kebaikan Abu Bakar.”))[8]
Maroji’
1.
Tarikh
Khulafa’, Imam Suyuti
2.
Kelengkapan
Tarikh, Munawar Kholil
3.
Al
Bidayah wan Nihaya, Ibnu Katsir
4.
Beberapa
Artikel tentang Abu Bakar As shiddiq.
[1] Sabda Nabi sallahu ‘alaihi wasallam yang
diriwayatkan oleh Imam At thabari dari Salamah bin Al akwah
[2] Tarikh Khulafa’, hal:50
[3] Yang dianggab lebi layak memangku
kekhilafahan setelah Nabi sallahu ‘alaihi wasallam oleh orang-orang
Syiah.
[4] Diriwiyatkan oleh Ahmad, Adz dzahabi
berkata,”Riwayat ini adalah mutawatir dari Ali, maka sungguh terlaknatlah
orang-orang Rafidhah dan alangkah bodohnya mereka.
[5] Diriwayatka Ibnu Asakir
[6] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Hal senada juga
diriwayatkan oleh Imam Bukhari
[7] Dikisahkan oleh Ibnu Jarir yang diriwayatkan
dari Amir bin Abdullah bin Zubair. Dia berkata, “Abu Bakar memerdekakan
budak-budak di Makkah. Dia membebaskan budak-budak wanita yang sudah tua, jika
masuk Islam. Ayahnya berkata, (Wahai anakku, saya melihat engkau memerdekakan
orang-orang yang lemah. Mengapa kamu tidak memerdekakan laki-laki uang kuat
yang bisa menemanimu dan akan member perlindungan terhadapmu?). Abu Bakar
menjawab (( Wahai ayahanda, saya menginginkan apa yang ada di sisi Allah ))”.
[8] Sabda Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam
dari sahabat Ammar bin Yasir yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar