Minggu, 25 Januari 2015

ABU BAKAR AS SHIDDIQ

ABU BAKAR AS SHIDDIQ RA.
( PONDASI KETIKA WAHYU TIDAK LAGI TURUN )

(( Abu Bakar As shiddiq adalah manusia yang paling baik, kecuali jika orang itu adalah Nabi ))[1]
Prolog
            Ketika Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam wafat, Islam serasa ikut ‘tenggelam’ dengan ‘perginya’ sallahu ‘alaihi wasallam. Hingga sahabat sekelas Umar bin Khattab tidak bisa menerima kepergian Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Tentu bagi sahabat-sahabat yang lain hal ini sangat menyesakkan dada, apalagi bagi mereka yang berislam dengan ‘terpaksa’ dan hidup di pinggiran wilayah Islam. pada akhirnya banyak dikalangan umat Islam kala itu yang murtad, menolak sebagian kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim, keinginan memisahkan diri dari wilayah Islam dan lain sebagainya. Padahal ketika Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam wafat, ketika itu pula wahyu dari Allah ta’ala terhenti. Bisa kita bayangkan bagaimana peliknya keadaan ketika itu.
            Bila yang memimpin Islam kala itu bukanlah seseorang yang kuat menggenggam Islam, maka bisa jadi Islam ‘tidak samapai’ kehadapan kita hari ini. Islam akan lenyap di tengah-tengah kecamuk yang tentu kian hari kian menjadi. Disinilah Allah ta’ala memperlihatkan kepada kita bagaimana agama ini dijaga dan dilindungi melalui perantara hamba-hambanya yang berhak dan pantas untuk mengemban amanah ini. Allah ta’ala tidak memberikan amanah ( Khalifah setelah Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam ) kepada orang-orang yang belum pantas menerimanya. Karena masih ada orang yang lebih pantas dan berhak untuk menerima dan menjalankan amanah ini di tengah-tengah mereka.
Pondasi Kokoh
            Tentu sebuah bangunan yang kokoh didasari dengan pondasi yang kokon pula, bila pondasinya lemah, maka bangunan diatasnya juga akan lemah dan goyah walau dibangun dengan bahan terbaik dan takaran terbaik. Begitu juga dalam Islam. Islam tidak bisa dipungkiri lagi telah diturunkan secara sempurna, tidak ada keraguan atasnya dan pondasinya adalah sekokoh-kokohnya pondasi yang pernah ada. Tetapi ‘sepeninggalan’ Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam keadan berputar ‘180 derajat’. Siapa pun yang memimpin setelah kepemimpinan Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam tentu akan menemui banyak kesulitan, tentu akan banyak mendapatkan penentangan dan penolakan. Maka tidaklah berlebihan jika julukan ‘The Great Leader’ disematkan kepada Abu Bakkar As shiddiq dari kalangan manusia biasa setelah Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Ini sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thirmizi dari Raslullah sallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak selayaknya seseorang dari suatu kaum untuk menjadi imam padahal di tengah-tengah mereka ada Abu Bakkar”. Tentu Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam sangat memahami bahwa seorang imam itu haruslah orang yang terbaik dikalanganya. Para sahabat yang lain juga tidak menutup mata untuk mengakui keutamaan Abu Bakkar As shiddiq. Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Muaz bin Jabbal, Ibunda Aisyah dan banyak lagi dari kalangan sahabat yang dengan lantang tanpa ragu menyampaikan keutamaan Abu Bakkar As shiddiq setelah Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Sampai-sampai sahabat seperti Umar bin Khattab berkata di atas mimbar, “Ketahuilah orang yang paling utama dari umat ini setelah Nabinya adalah Abu Bakkar. Maka barang siapa yang mengatakan perkataan selain ini berarti dia telah berbohong dan dia akan diazab akan kebohongannya”[2]. Ali bin Abi Thalib[3] pun tidak ketinggalan dengan mengaatakan, “Sebaik-baik umat ini setelah Nabinya adalah Abu Bakkar dan Umar”[4]. Tidak ada ulama dari kalangan Ahlu sunnah wal jamaah yang meragukan keutamaan Abu Bakar As shiddiq. Ini dibuktikan dengan keberhasilannya meredang kecamuk yang terjadi dalam tubuh umat Islam.
Tentu keutamaan yang dimiliki oleh Abu Bakar As shiddiq tidak didapat begitu saja, tidak tiba-tiba jadi super baik ketika Abu Bakar masuk Islam, akan tetapi melalui jalan panjang yang menyampaikannya kepada kedudukan yang semulia dan setinggi itu.
Kita mulai dari masa Jahiliyahnya, Abu Bakar As shiddiq adalah sahabat yang paling bersih di masa Jahilihnya, ini sebagaiman penuturan ibunda Aisyah dalam hadits shahih, beliau berkata, “Demi Allah Abu Bakar tidak pernah melantunkan satu syair pun di masa jahiliyah dan tidak pula di masa Islam, Dia dan Utsman tidak pernah minum minuman keras di zaman jahiliyah[5], hal senada juga dikatakan oleh Abdullah bin Zubair. Modal langka yang tidak dimiliki oleh setiap orang, padahal Abu Bakar hidup di tengah-tengah masyarkat Makkah yang kental dengan kejahiliyahannya.
Di masa awal-awal Islam, Abu Bakar As shiddiq adalah orang yang lagi pertama menerimanya dan konsisten. Sebagai mana sabda Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak seorang pun yang aku ajak bicara mengenai Islam kecuali dia akan selalu enggan dan mengingkari saya kecuali Ibnu Quhafah, dimana setiap kali saya mengatakan sesuatu tentang Islam dia selalu menerimanya dan konsisten dengan apa yang saya katakana”[6]. Bisa kita bayangkan ketika awal dakwah Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam dimana kebanyakan orang Makkah kala itu yang Abu Bakkar ada di tengah-tengah mereka menyembah berhala dan mengingkari Allah, larut dalam kenikamatan dunia dan pastinya tidak mudah menerima apalagi langsung menerima suatu ajaran yang baru, kepercayaan yang baru yang bertentangan dengan keyakinan banyak orang kala itu. Sebagaimana sabda Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam di atas, Abu Bakar As shiddiq terus konsisten memegang Islam walau badai menghadang. Ketika di Makkah mayoritas orang menolak akan dakwah Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, bahkan tidak sedikit pula dari mereka yang melakukan penentangan secara terbuka kepada Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, hingga tidak sedikit pula orang yang berislam disiksa dan dihinakan, tapi Abu Bakar As shiddiq tidak pernah tergoyahkan, bahkan belaiu adalah sahabat yang paling berani membela Rasululah sallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau diganggu oleh orang-orang kafir Quraisy, beliau juga tidak segan-segan membebaskan budak-budak yang disiksa oleh tuannya karena masuk Islam[7]. ketika Isra’ Mi’raj, dimana setiap orang mengngkari apa yang baru saja dilakukan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar langsung mengamini apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, bahkan lebih dari itu beliau akan tetap mempercayai apa yang dikatakan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam.
Ketika Hijrah, Abu Bakar adalah sahabat yang dipercaya oleh Nabi sallahu ‘alaihi wasallam untuk menemaninya dalam perjalanan keMadinah. Belaiu pergi menemani Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam di bawah kepungan kafir Quraisy yang ingin menghabisi Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, sabar ketika dalam perjalanan panjang berliku yang tidak seperti jalan biasa ditempuh, sabar ketika bersembunyi di gua Hira hingga akhirnya sampai dengan selamat keMadinah. Tidak tergoyahkan sedikit pun keimanannya walau keadaan sedemikian peliknya.
Di Madinah, tiada apapun yang diucapkan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam kecuali Abu Bakar adalah sahabat yang selalu mengamininya. Kita mungkin menemui Umar bin Khattab yang begitu tegas dalam kebanaran, begitu sigap ketika terjadi kesalahan dan sebagainya, tapi keimanan Abu Bakar kepada Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam tetap konsisten tidak lekang oleh waktu. Begitu juga ketika pasukan Islam terdesak dalam peperangan Uhud, Abu Bakar adalah salah satu dari hanya beberapa sahabat yang tetap melindungi Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Dan tidak ada satu pun peperangan yang dlakukan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam kecuali Abu Bakar ada di dalamnya.
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam wafat, maka Abu Bakarlah yang mengingatkan manusia dan menyadarkan mereka bahwa Nabi sallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia biasa yang akan mendatangi kematian sebagaimana Nabi-nabi terdahulu. Ketika terjadi pertentangan para sahabat tentang pemakaman Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar juga yang mengingatkan sabda Nabi sallahu ‘alaihi wasallam tentang tata cara pemakaman para Nabi. Ketika terjadi diskusi ‘panas’ antara Muhajirin dan Anshar, Abu Bakar kembali tampil sebagai penengah dan pemberi solusi yang jitu. Apapun yang beliau lakukan ‘sepeninggal’ Nabi sallahu ‘alaihi wasallam selalu dilandaskan kepada apa yang dikatakan dan dikerjakan oleh Rasulllah sallahu ‘alaihi wasallam.
Tali Simpul
            Setidaknya sedikit fakta yang terpapar di atas dapat membukakan mata kita, bahwa keutamaan yang dimiliki oleh Abu Bakar As shiddiq berbanding lurus dengan apa yang diusahakannya dari mulai masa jahiliyahnya hingga ‘ditinggal’ Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Keimanannya yang begitu utuh memudahkanya untuk meluruskan aliran yang mulai goyah ketika ‘ditinggal’ Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Dengan keimanan yang kokoh bagai karang ini juga yang mengantarkannya mampu menampal tanggul yang bocor. Saking tingginya keimanan Abu Bakaq As shiddiq, Umar bin Khattab berkata, “Jika keimanan Abu Bakar As shiddiq ditimbang dalam satu timbangan dan keimanan penduduk Madinah dikumpulkan dalam satu timbangan yang lain maka niscaya keimanan Abu Bakar akan lebih berat timbanyannya”.
Pondasi keimanan yang dibangun dengan sabar dalam waktu yang begitu lama menjadikan Abu Bakar As shiddiq kuat mengemban amanah yang tidak setiap orang berhak menyandangnya, atau bahkan tidak ada yang berhak menyandang amanah ini selama ada Abu Bakar As shiddiq di tengah-tengah mereka. Dengan pondasi keimanan yang kokoh ini juga akhirnya Abu Bakar As shiddiq bisa menjawab tantangan ketika umat Islam membutuhkan seorang pemimpin di tengah-tengah  mereka. Beliau begitu berani dan tegas dalam menerapkan Islam ‘sepeninggal’ Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam walau banyak mendapatkan penentangan dari kalangan sahabat sendiri hingga umat Islam kembali bersatu di bawah panji tauhid.
            Keberhasilan Abu Bakar As shiddiq dalam menyambung estapet kepemimpinan Islam dan menyatukan kembali seluruh Jazirah Arab serta membasmi para pembangkang ini membuat musuh-musuh Islam yang tadinya mulai ingin menggempur Islam setelah Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam wafat kembali menahan diri. Serta masih banyak lagi keberhasilan Abu Bakar As shiddiq yang tidak mungkin disampaikan dalam tulisan singkat ini. Tentu tiada keberhasilan tanpa jerih payah yang setimpal untuk menggapainya.
            Sahabat seperti Abu Bakar bukanlah orang yang gila akan kedudukan atau tahta. Beliau ditunjuk dan diangkat oleh umat melalui isyarat-isyarat yang telah diberikan jauh-jauh hari oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tidak minta untuk dipilih, beliau juga tidak mendaftarkan diri kepihak pemilihan, beliau tidak mengeluarkan uang untuk memuluskannya untuk menjadi pemimpin dan tidak ada spanduk atau iklan supaya dia terpilih. Tapi beliau menjalankan amanah dengan sangat baik, bahkan tidak aka nada yang seperti itu. Berbeda dengan hari ini yang terjadi di tengah-tengah kita. Untuk menjadi seorang Kepala Desa saja  sekarang sudah banyak baliho-baliho pencalonan diri dan minta dukungan, yang di bawah tangan alias di balik layar tentu menjadi cara jitu para calon pemimpin hari ini utnuk terpilih dengan seribu janji manis. Ketika terpilih bagaimana? Kita bisa melihat dan menyaksikan sendiri apa yang ada dan berlangsung di tengah-tengah kita hari ini.
(( Jibril datang kepadaku tadi. Lalu saya katakana kepadanya, “Wahai Jibril, katakana kepadaku mengenai keutamaan-keutamaan Umar.” Jibril berkata, “Andaikata aku mengatakan kepadamu mengenai keutamaan Umar, sepanjang usia Nuh, maka tidak akan habis keutamaannya untuk saya bicarakan. Dan ssungguhnya Umar adalah satu kebaikan dari kebaikan-kebaikan Abu Bakar.”))[8]

Maroji’
      1.            Tarikh Khulafa’, Imam Suyuti
      2.            Kelengkapan Tarikh, Munawar Kholil
      3.            Al Bidayah wan Nihaya, Ibnu Katsir
      4.            Beberapa Artikel tentang Abu Bakar As shiddiq.






[1]  Sabda Nabi sallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam At thabari dari Salamah bin Al akwah
[2]  Tarikh Khulafa’, hal:50
[3]  Yang dianggab lebi layak memangku kekhilafahan setelah Nabi sallahu ‘alaihi wasallam oleh orang-orang Syiah.
[4]  Diriwiyatkan oleh Ahmad, Adz dzahabi berkata,”Riwayat ini adalah mutawatir dari Ali, maka sungguh terlaknatlah orang-orang Rafidhah dan alangkah bodohnya mereka.
[5]  Diriwayatka Ibnu Asakir
[6]  Diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Hal senada juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari
[7]  Dikisahkan oleh Ibnu Jarir yang diriwayatkan dari Amir bin Abdullah bin Zubair. Dia berkata, “Abu Bakar memerdekakan budak-budak di Makkah. Dia membebaskan budak-budak wanita yang sudah tua, jika masuk Islam. Ayahnya berkata, (Wahai anakku, saya melihat engkau memerdekakan orang-orang yang lemah. Mengapa kamu tidak memerdekakan laki-laki uang kuat yang bisa menemanimu dan akan member perlindungan terhadapmu?). Abu Bakar menjawab (( Wahai ayahanda, saya menginginkan apa yang ada di sisi Allah ))”.
[8]  Sabda Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam dari sahabat Ammar bin Yasir yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar