Minggu, 25 Januari 2015

THE SCREET OF DAKWAH

The Screet of Dakwah
( Ringkasan materi kuliah bersama Ustadz M. Djamaludin )
Oleh : Ransi Mardi al indragiri
Prolog
            Dakwah adalah cara yang paling ampuh bagi seseorang, sekelompok orang dan mungkin lebih untuk menyampaikan apa yang mesti diketahui dari mereka. Sepakbola misalnya, selalu ada beberapa kali iklan di Televisi, Radio, Koran, Spanduk-spanduk atau baliho dan sejenisnya kepada masyrakat umum  sebelum digelar. Ini tidak lain dan tidak bukan agar masyrakat umum mengetahui dan berbondong-bondong mengikutinya. Begitu juga dengan makanan, minuman dan sejenisnya, selalu menghiasi layar kaca, halaman majalah dan Koran agar masyarakat mengetahui produk mereka dan menggunakannya. Dalam masalah ajaran keagamaan juga seperti itu. Setiap ajaran selalu menggunakan dakwah untuk menyampaikan pesan yang ingin mereka sampaikan. Tetapi semua itu dilakukan dengan cara yang berbeda. Khusus Islam, sangat jauh perbedaannya dengan yang lain dalam menggunakan dakwah. Jika yang lain menghalalkan semua cara dalam berdakwah demi tercapainya maksud dan tujuan mereka, Islam memiliki rambu-rambu dalam dakwa yang harus dipatuhi.
            Kita simak bagaimana Khudwah kita Nabi Muhammad sallahu ‘alaihiwasallam dalam berdakwah. Jika kita benar-benar menyimak maka kita akan mendapatkan perbedaan yang sangat mencolok antara dakwah beliau sallahu ‘alaihiwasallam dengan kita hari ini. Beliau sallahu ‘alaihiwasallam dengan berbekal Al Qu’ran mampu menjadikan Islam berdiri kokoh di seluruh Jazirah Arab­ hanya dengan kurun waktu 23 tahun. Kemudian 23 tahun yang kita punya apa yang telah kita hasilkan atau kita sumbangkan untuk Islam?. perbedaannya karena Rasulullah sallahu ‘alaihi wasalam berdakwah selam 23 tahun mencurahkan seluruh waktunya untuk berdakwah, untuk Islam. begitu juga dengan Sahabat-sahabat beliau. Semenatara hari ini kita hanya menjadikan dakwah sebagai sambilan atau bahkan mungkin semaunya dan sesempatnya saja, karena kita sibuk mengurus dunia kita, makanya dakwah berjalan tersendat-sendat dan tidak tahu arah dan tujuan. Satu-satunya jalan dalam dakwah ini agar sukses dan Islam kembali jaya seperti zamannya Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam  dan para Sahabat-sahabatnya adalah kembali kepada Manhaj Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam dan para Sahabatnya dalam berdakwah.

Begini Seharusnya Berdakwah

            Di dalam surat Yusuf ayat ke-108 Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah ( Muhammad), inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik” Firman Allah Ta’ala (‘alaa basyiroh) diatas basyiroh ini mengandung dasar-dasar dalam berdakwah. Karena bisa diartikan dengan Al hikmah, Al mau’izhoh hasanah, Al jidal bi allati hiya ahsan dan Al quwwah. Dengan empat dasar inilah nantinya kita mendakwahkan Islam. kadang keempat komponen ini bisa berjalan seiring dan kadang juga bisa berjalan sendiri-sendiri. Contohnya pada zaman Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam orang-orang yang masuk Islam hingga beliau wafat tidak pernah diperintahkan untuk mengulangi apa yang orang-orang yang lebih dahulu darinya masuk Islam. Orang-orang yang masuk Islam pada tahap Jihad keempat misalnya, tidak pernah diperintahkan kepada mereka agar mengulangi tahap Jihad yang pertama, kedua dan ketiga. Maka bisa kita saksikan bagaimana Rasulullah sallahu ‘alaihiwasallam ketika di Makkah, beliau membentuk para Rijal penopang dakwah Islam dan itu berhasil, seperti masuk Islamnya Khadijah bin Khuwailid istri Nabi sallahu ‘alaihiwasallam yang menyerahkan seluruh hartanya untuk digunakan di jalan Islam, padahal Khadijah adalah salah satu orang terkayah di Makkah ketika itu, kemudian Abu Bakar As shiddiq yang merupakan orang terpandang di kalangan kaumnya dan Makkah umumnya. Selain mulia dan terpandang beliau juga terkenal dengan kekayaannya, kemudian Ali bin Abi Thalib yang merupakan anak paman Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam dan beliau adalah juara gulat Makkah ketika itu, kemudian Zaid bin Haritsah, umumnya yang diketahui Zaid bin Haritsah hanyalah seorang budak atapun pembantu Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam, tapi fakta dan realita yang ada bahwa Zaid bin Haritsah adalah anak seorang kepala suku yang terhormat, beliau bisa menjadi budak karena diculik dan dijual di pasar budak ketika masa kecilnya. Bahkan para rijal penopang dakwah yang kokoh ini hanya dalam waktu satu pekan Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam ‘menemukan dan menguasainya’. Kemudian setelah itu barulah masuk Islam para sahabat yang lain seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, Umar bin Khattab, hamzah dan lainnya setelah itu yang merupakan orang-orang terkemuka di Makkah ketika itu. Pondasi Islam benar-benar kokoh dengan para rijal yang langsung Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallah sendiri mendidik dan menempahnya.
            Sudah barang tentu ketika posisi Islam di Makkah ketika itu makin kokoh, para Sahabat menginginkan lebih dari sekedar dakwah lisan dan menginginkan pelegalan Islam secara menyeluruh di Makkah. Sudah fitrah alami manusia seperti itu. Maka datanglah para Sahabat yang dipimpin oleh Abdurahman bin Auf kepada Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam untuk mendapatkan izin pelaksanaan dakwah tahap berikutnya, yaitu perang terhadap orang-orang Quraisy Makkah. Disinilah Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam memberikan teladan yang sangaat mahal harganya kepada kita. Memang benar apa yang dilakukan oleh para Sahabat, tetapi cara pandang Sahabat untuk berperang dengan kaum Quraisy Makkah kala itu tidak memperhitungkan efek samping yang akan ditimbulkan di masa yang akan datang, kemudian tekad para Sahabat ini juga dilandasi rasa ingin balas dendam atas penganiayaan dan pelecehan Kaum Quraisy Makkah terhadap  kaum muslimin. Dan juga para Sahabat hanya memandang Makkah sebagai objek. Cara pandang mikro para Sahabat ini cepat ditindak lanjuti oleh Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam dengan menyampaikan Firman Allah ta’ala yang turun ketika itu; “Tahanlah tangan kalian (dari berperang), dririkanlah Shalat dan tunaikanlah Zakat”[1]. Tentu apa yang disampaikan Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam ini jauh melampaui pengetahuan dan cara pandang para Sahabat, walaupun sejatinya ini berat bagi para Sahabat yang telah siap untuk berperang serta rasa amarah yang kian memuncak terhadap kaum Quraisy Makkah. Karena disini Allah ta’ala dan Rasulullah ingin melihat sejauh mana ketaatan para Sahabat. Terkandung unsur ubudiyah di dalam perintah Allah ta’ala ini, dan juga unsur aplikasi dalam kehidupan. Karena di Makkah kala itu masih bercampur baur antara orang-orang  kafir Quraisy dengan orang-orang Islam dalam satu atap. Tentu jihad yang mulia tidak akan bisa ditegakkan dalam kondisi semacam ini serta tujuan kedepan yang menginginkan mengakar disetiap penjuru, tidak hanya di Makkah saja. Sekali lagi kita dipertontonkan bagaiman sikap para Sahabat yang tidak ada generasi yang lebih baik daripada generasi mereka, para Sahabat menerima keputusan yang Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam tetapkan walaupun bersebrangan dengan apa yang ada dalam hati dan pikiran mereka. Para Sahabat tunduk  tanpa banyak tanya. Disinilah letak beda yang sangat mencolok antara dakwah di zaman Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam, para Sahabat dan setelahnya dengan hari ini. pada masa Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam, para Sahabat dan setelahnya seorang Da’I itu adalah Pemimpin dan seorang Pemimpin itu adalah Da’I, sedangkan hari ini, tidak ada pemimpin yang juga berstatus sebagai seorang Da’I, dan tidak ada pula Da’I yang juga seorang Pemimpin. Jika hari ini seorang Ustadz, Kiai, Mubaligh dan sejenisnya terpilih menjadi pemimpin, maka pakain keislamannya akan ditanggalkan dan lebih banggah dengan statunya sebagai seorang pemimpin, ditinggalkan dakwah, dan orang-orang yang berjuang di jalan dakwah. Begitu juga seseorang yang berpropesi sebagai seorang Da’I, mayoritas Da’I yang ada hari ini tidak siap jika diminta intuk menjadi pemimpin, ada juga yang alergi dengan status sebagai seorang pemimpin, minder dan berbagai alasan lain untuk menolaknya.

Faktor Penentu dalam Dakwah

            Ada beberapa faktor yang menyebabkan apakah sebuah proses dakwah itu akan berjalan mulus dan baik atau malah sebaliknya, tersendat dan banyak halangan dan tidak jarang kita mendapatkan dakwah yang gagal di tengah-tengah masyrakat. Adapun factor-faktor itu antara lain adalah:
  • ·         Manajerial

Hari ini para Da’I bukanlah seorang pemimpin dan tidak baik dalam memimpin, dan Pemimpin bukanlah seorang Da’i dan kebanyakan tidak paham akan Islam. dakwah hanya dijadikan alat sebelum seorang calon pemimpin menjadi pemimpin. berbeda jauh dengan zaman Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam, para Sahabat dan setelahnya yang menjadikan dakwah memiliki hadp atau tujuan yang konkrit. Kita bisa melihat bagaimana Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam membidik orang-orang pilihan untuk membantu dakwahnya dihari-hari pertama.

  • ·         Pengenalan

Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam  adalah orang yang paling paham benar tentang kondisi orang-orang yang ada disekitarnya. Misal ketika Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam mengirim Dihya bin Khalifa sebagai utusan kepada Heraklius yang memimpin Romawi di Syam kala itu. Ini dilatarbelakangi bahwa Dihya adalah orang Syam yang sudah memeluk Islam, dan Dihya adalah orang yang paling baik dalam berpakaian. Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam memahami kebiasaan atau urf orang-orang Syam dan bentuk penghormatan kepada objek yang dituju. Kemudian ketika Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam mengirim Mush’ab bin Umair keMadinah, ini dikarekan Mush’ab adalah Sahabat yang sangat baik dalam berdiplomasi, serta ketika Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam mempercayakan beberapa rahasia kepada Hudzaifah bin Yaman yang pada akhirnya hingga Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam wafat, Hudzaifah tidak pernah membocorkannya kepada sahabat yang lain hingga sekelas sahabat Umar bin Khattab sekalipun. Serta banyak lagi contoh lain yang menggambarkan kedalaman Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam memahami dan mengenali kepribadian orang-orang yang berada disekitanya. Tetapi sangat jauh berbeda dengan apa yang ada hari ini, banyak pemimpin-pemimpin, mulai dari kelas RT, Lurah, Camat, Bupati hingga Presiden yang hancur kredibelitasnya dimata masyrakat umum karena orang-orang yang ada disekitarnya. Mulai dari Kolusi, Nepotisme, Korupsi, Asusila, Mangkir kerja dan pelanggaran-pelanggaran lainnya yang diakibatkan oleh orang-orang yang berada disekitarnya.
  • ·         Kualitas Individu

Tidak dipungkiri lagi bahwa kualitas individu seseorang itu sangat dibutuhkan dan menentukan, baik untuk memimpin maupun untuk diimpin. Untuk itu ada beberapa tingkatan umat Islam;
                               I.            Penambah Jumlah, seseorang yang berislam walau hanya karena untuk memenuhi tuntutan dalam pembuatan KTP saja, alias Islam KTP tetap mebawa dampak dan pengaruh positif bagi umat Islam sebagai penambah jumlah umat Islam itu sendiri. karena akan banyak keuntungan dari jumlah yang banyak ini walau terkandung beberapa dampak negative dari itu.
                            II.            Netral, banyak orang yang berislam tetapi tidak mau tahu. Namun setidaknya ini lebih baik dari islam yang penambah jumlah saja. Karena mereka yang netral kebanyakan aktif menunaikan kewajiban yang tentu saja banyak dampak positif dari situ.
                         III.            Simpatisan, sementara orang-orang yang mulai memahami islam, maka mereka akan meluangkan sedikit waktu mereka ntuk beberapa kegiatan islami, walau tidak semua, tapi mereka sangat menguntungka bagi Islam.
                         IV.            Suporter, ibarat pertandingan sepakbola, maka aka ada pendukung dari kedua belah pihak. Begitu juga Islam, ada orang-orang yang mendukung setiap kegiatan dan bersorak-sorai untuk Islam, tetapi mereka tidak mau langsung turun dan ikut merasakan panasnya nuansa di lapangan.
                            V.            Aktivis, ini adalah tingkatan terbaik, dimana seseorang itu tidak lagi hanya bersorak-sorai, tapi ikut terjun kelapangan guna membantu apa yang bisa mereka salurkan untuk membantu. Tapi hanya sedikit sekali orang-orang seperti ini sekarang.
  • ·         Syarat Dakwah itu Sendiri

Guna menggapai kesuksesan dalam dakwah tentu ada syarat yang harus kita penuhi. Secara umum dan mendasar, ada dua syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang ingin berkecimpung dalam medan dakwah;
                               I.            Kejujuran
                            II.            Keikhlasan
Maka mustahil dakwah yang tidak dilandasi dengan kejujuran dan keikhlasan akan menuai kesuksesan. Sungguh pun ada dakwah yang sukses tanpa kejujuran atau keikhlasan, maka umur kesuksesannya tidak akan lama, dan pasti di akhirat Allah ta’ala lebih teliti terhadapa hambanya. Karena berapa banyak dakwah hari ini yang dilandasi untuk pengakuan status di tengah-tengah masyarakat, untuk kepopuleran, sarana mencari dan menambah pendapatan dan tujuan lainnya yang jauh dari kata dakwah untuk mencari ridha Allah Ta’la.
            Kesimpulan yang bisa kita ambil, bahwa dakwah yang mulia ini walau dikemas sedemikian rupa hingga begitu mengkilap di mata masyrakat tetap tidak akan memenuhi tuntutan dakwah itu sendiri kecuali dengan mengamalkan dan mentaati rambu-rambu yang telah diberikan oleh Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam.




[1]  QS An nisa’ : 77

Tidak ada komentar:

Posting Komentar