Kamis, 29 September 2016

MANDUL SEJATI


“MANDUL SEJATI”
Oleh: Ransi Mardi al Indragiri
MANDUL artinya adalah terputus. Di Indonesia, MANDUL adalah orang yang tidak memiliki keturunan, apakah anak laki-laki maupun perempuan. Di Arab dahulu (kurang tahu jika masih sampai sekarang), MANDUL adalah orang yang jika punya anak laki-laki, namun meninggal dunia dikala masih balita, walaupun memiliki keturunan anak perempuan. Mungkin di belahan bumi lain ada yang memahami MANDUL sebagai pasangan yang tidak memiliki anak perempuan, “mungkin”.
Terlepas dari berbedanya pengertian MANDUL, Islam mmemberikan pandangan tentang MANDUL yang sebenarnya. Apakah itu? Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al Kautsar ayat  ke-3 yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang yang membencimu (Muhammad) dialah yang MANDUL (dari rahmat Allah).”
Diantara pendapat para ulama dalam menafsirkan ayat ini sebagai berikut:
1.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang memusuhi Nabi Muhammad SAW dan Islam. Siapapun pelakunya, kapanpun dan dimanapun.
2.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang membenci Nabi Muhammad SAW dan Islam. Siapapun pelakunya, kapanpun dan dimanapun.
3.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang mencela Nabi Muhammad SAW dan Islam. Siapapun pelakunya, kapanpun dan dimanapun.
4.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang tidak mendapatkan kebaikan di dunia maupun di akhirat. Jika hanya kebaikan dunia yang kita dapat, sementara untuk perkara akhirat tidak didapatkan apa-apa kecuali siksa, maka ini juga disebut dengan MANDUL.
5.      Orang-orang yang MANDUL adalah mereka yang tidak mendapatkan rahmat Allah SAT.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang MANDUL. Amin.

(Dikutib dari Tafsir al Quthubi: 30/447, Tafsir al Alusi: 15/482, Tafsir al Mishbahul Munir: 1344 dan Tafsir as Sa’di: 1000)

Senin, 26 September 2016

HAK TETANGGA YANG KADANG TERLUPA


HAK TETANGGA YANG KADANG TERLUPA
Oleh: Ransi Mardi al Indragiri
Tetangga adalah orang yang tinggal di sekitar tempat tinggal kita, ini adalah pendapat ulama Hanafiyah dan Malikiyah. Sedangkan ulama Syafiiyah dan Hanabalah berpendapat bahwa tetangga adalah 40 rumah dari setiap arah (depan, belakang, samping kanan dan samping kiri).
Hidup bertetangga adalah suatu kenyataan yang tidak mungkin dihindari manusia. Karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Kondisi ini menciptakan interaksi antar manusia yang berkepanjangan bahkan hinnga ajal datang menjemput. Karena kesibukan yang beraneka ragam, kadang kita lupa akan hak-hak yang harus kita penuhi kepada tetangga. Bila hal ini terjadi tentu akan mengikis sedikit demi sedikit keharmonisan hubungan bertetangga di masyarakat.
Maka dari itu, mengetahui hak-hak para tetangga adalah hal yang sangat penting untuk diketahui. Secara garis besar diantara hak-hak tetangga adalah sebagai berikut:
1.      Sesuai kemampuan memperbaiki hubungan dengannya (tetangga). Apakah dengan harta, penampilan atau tingkah laku maupun dengan manfaat-manfaat lainnya. Seperti memberikan hadiyah, karena hadiyah itu mendatangkan kecintaan dan memusnahkan permusuhan. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tetangga terbaik di sisi Allah adalah para tetangga yang memberikan yang terbaik kepada tetangganya (yang lain). (HR. Tirmidzi: 1944)
2.      Tidak menyakitinya (tetangga) dengan perkataan maupun perbuatan. Seperti menghina, menjelek-jelekan, mengghibah, memandang dengn muka masam apalagi memukul. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Para sahabat bertanya, ‘Siapa ya Rasulullah?’ Rasulullah SAW menjawab, “Orang yang membuat tidak aman (terganggu) tetangganya dengan perbuatan buruknya (perkatan dan perbuatan).” (HR. Bukhari: 6016)
3.      Membantunya (tetangga) ketika ia membutuhkan bantuan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur dengan kenyang, sementara dia tahu tetangganya kelaparan.” (HR. Al Hakim di dalam kitab al Wafi: 107)
Secara garis besar, inilah hak-hak tetangga yang seyogyangnya kita penuhi agar kehidupan bertetangga lebih harmonis. Jangan menunggu, tapi awalilah. Karena segala sesuatu memerlukan awal, terlebih jika awalnya adalah awal yang baik.
(Disari dari kitab “Al Wafi fii Syarhil arba’in an Nawawi” yang ditulis oleh DR. Mushthofa al Bugho dan Mihyudin Mistu: 107 dan kutaib, “Huququn da’at ilaihal fithroh wa qorrorothas Syari’ah” yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin: 34-36)

Sabtu, 24 September 2016

PENYEBAB DAN SOLUSI KENAKALAN REMAJA


PENYEBAB DAN SOLUSI KENAKALAN REMAJA
Oleh: Ransi Mardi al Indragiri
Remaja adalah penerus para tetua, yang masa depan pun akan berada di pundak mereka. Mempersiapkan remaja agar menjadi manusia dewasa bukanlah hal sederhana. Diperlukan kerjasama yang baik antara orangtua, para guru atau pendidik dan masyarakat. Selain itu, perlu pula diketahui apa-apa yang menyebabkan remaja menjadi tidak terkendai.
Berikut ini kami paparkan beberapa hal yang menjadi penyebab kenakalan remaja, di antaranya;
1.      Kekosongan, apakah kekosongan dari aktivitas jasmani, kekosongan dari aktivitas ruhani maupun kekosongan dari interaksi dengan sesama (manusia). Tentu hal ini akan menyebabkan badan yang tidak sehat, hati dan pikiran yang kacau hingga hubungan dengan sesama menjadi tidak harmonis.
Hal ini bisa diatasi dengan membaca Al Qur’an dan buku-buku agama, menulis, olahraga dan lain sebagainya.
2.      Jarak yang jauh antara remaja dengan orangtua, apakah orangtua dari kalangan kelurganya sendiri maupun dari masyarakat sekitar. Seakan-akan berada di dunia masing-masing hinga saling tidak peduli menjadi sebuah kebiasaan. Bila hal ini terjadi, tentu remaja yang masih mencari jati diri akan mencari tempat yang “nyaman” untuk mencurahkan keluh-kesah. Sadarlah, kadang banyak orantua bahkan tidak menjadi tempat yang baik bagi anak-anaknya untuk berkeluh-kesah.
Hal ini bisa diatasi dengan adanya kesadaran bahwa perpecahan adalah hal yang tercela di dalam Islam, dan persatuan (keakraban) adalah hal yang sangat dianjurkan dan termasuk perkara yang mulia di dalam Ilsam. Orangtua harusnya mengakrabkan diri kepada para remaja, tidak terbatas kepada anak-anaknya saja, tapi juga remaja lain yang bukan anak atau keluarganya. Remaja, mulailah percaya kepada orangtua anda sendiri, orangtua dalam keluarga anda sendiri atau orangtua-orangtua di masyarakat anda.
3.      Pergaulan bebas, adalah salah satu penyebab kenakalan remaja yang paling banyak memberikan pengaruh. Karena pergaulan, anak yang tadinya lugu bisa menjadi over. Karena pergaulan, anak yang tadinya sangat menghormati orangtua menjadi anak yang masa bodoh hingga suka-sukanya. Karena pergaulan, anak yang tadinya tidak kenal pacaran, rokok, judi, minuman keras, dan lain sebagainya menjadi anak yang tidak bisa hidup tanpa pacaran, rokok, judi, minuman keras dan lain sebainya.
Hal ini bisa diatasi dengan orangtua yang selektif terhadap pergaulan anaknya, itu pula yang harusnya dilakukan orangtua-orangtua yang ada di masyarakat terhadap setiap remaja. Atau remaja itu sendiri yang memiliki kesadaran untuk tidak bergaul kecuali kepada orang-orang yang ingin menjadi baik.
4.      Membaca buku-buku yang memalingkan dari agama, seperti novel percintaan, buku cerita-cerita yang tidak masuk akal hingga berseri-seri, majalah-majalah tentang kehidupan artis dan lainnya. Karena hal ini akan memberikan angan-angan tidak bertepi kepada remaja, yang tentu mereka akan berkeinginan untuk menjadi seperti apa yang mereka baca itu.
Hal ini bisa diatasi dengan remaja itu sendiri yang sadar untuk membaca buku-buku yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Orangtua juga berperan aktif dalam memilihkan bacaan yang “sehat” untuk anak-anaknya. Serta pemerintah seharusnya tidak memberikan izin terbit dan edar kecuali terhadap buku-buku yang “sehat” dan manfaat.
5.      Persangkaan yang salah tentang agama. Banyak diantara remaja yang memiliki pemahaman bahwa agama tidak memberikan ruang berkreativitas, hingga tidak jarang diantara remaja yang berpaham  bahwa agama hanya untuk orang yang telah tua saja, hanya untuk orang yang jumud dan lain sebagainya.
Hal ini bisa diatasi dengan remaja yang membaca banyak referensi hingga terbuka pikirannya bahwa agama adalah jalan yang memudahkan kita untuk sukses di dunia dan akhirat. Orangtua harusnya juga memberikan penjelasan atau membiasakan anak-anaknya untuk mendapatkan pencerahan tentang agama. Para guru dan penceramah tentu juga bertanggungjawab dalam masalah ini.
Maka jadilah remaja yang hebat, para orangtua dan masyarakat yang hebat agar tercipta masa depan yang lebih indah.

(Disari dari kutaib “Min Musykilatis Syabab” yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin: 18-27)