Suatu ketika saya membutuhkan karet
gelang. Satu saja. Karena sampo yang akan saya bawa, penutupnya sudah dol.
Harus dibungkus dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang. Kalau
tidak bisa berabe.
Isinya bisa tumpah ruah mengotori seisi tas. Tapi saya tidak menemukan karet
gelang, seutas pun.
Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di kolong-kolong meja juga tidak ada. Saya kelabakan. Apa tidak usah bawa sampo, nanti saja beli di jalan? Tapi mana sempat, waktunya sudah mepet. Sudah ditunggu yang jemput lagi. Akhirnya saya coba dengan tali kasur, tidak bisa. Dipuntal-puntal pakai kantong plastik, juga tidak bisa.
Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di kolong-kolong meja juga tidak ada. Saya kelabakan. Apa tidak usah bawa sampo, nanti saja beli di jalan? Tapi mana sempat, waktunya sudah mepet. Sudah ditunggu yang jemput lagi. Akhirnya saya coba dengan tali kasur, tidak bisa. Dipuntal-puntal pakai kantong plastik, juga tidak bisa.
Waduh, karet gelang yang biasanya saya buang-buang, sekarang malah bikin saya bingung. Benda kecil yang sekilas tidak berarti, tiba-tiba jadi sangat penting.
Saya teringat pada seorang teman
waktu di Yogyakarta dulu. Dia tidak menonjol, apalagi berpengaruh. Sangat
biasa-bisa saja. Dia hanya bisa mendengarkan saat orang-orang lain ramai
berdiskusi. Dia hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Itu pun
kadang-kadang salah. Kemampuan dia memang sangat terbatas. Tetapi dia senang
membantu orang lain; entah menemani pergi, membelikan sesuatu, atau mengeposkan
surat. Pokoknya apa saja asal membantu orang lain, ia akan kerjakan
secara senang hati. Itulah sebabnya kalau dia tidak ada, kami semua,
teman-temannya, suka kelabakan.
Pernah suatu kali acara yang sudah kami persiapkan gagal, karena dia tiba-tiba
harus pulang kampung untuk suatu urusan.
Di dunia ini memang tidak ada sesuatu
yang sangat kecil, sehingga sama sekali tidak berarti. Benda yang
sering dibuang-buang pun, seperti karet gelang, pada saatnya bisa menjadi
begitu penting dan merepotkan.
Mau bukti lain? Tanyakanlah pada setiap pendaki gunung, apa yang paling merepotkan mereka saat mendaki tebing curam? Bukan teriknya matahari. Bukan beratnya perbekalan. Tetapi kerikil-kerikil kecil yang masuk ke sepatu.
Karena itu, jangan
pernah meremehkan apa pun. Lebih-lebih meremehkan diri sendiri. Bangga dengan
diri sendiri itu tidak salah. Yang salah kalau kita menjadi sombong, lalu
meremehkan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar