The Screet of Dakwah
( Ringkasan materi kuliah bersama Ustadz M. Djamaludin )
Oleh : Ransi Mardi al indragiri
Prolog
Dakwah adalah cara yang paling ampuh
bagi seseorang, sekelompok orang dan mungkin lebih untuk menyampaikan apa yang
mesti diketahui dari mereka. Sepakbola misalnya, selalu ada beberapa kali iklan
di Televisi, Radio, Koran, Spanduk-spanduk atau baliho dan sejenisnya kepada
masyrakat umum sebelum digelar. Ini
tidak lain dan tidak bukan agar masyrakat umum mengetahui dan berbondong-bondong
mengikutinya. Begitu juga dengan makanan, minuman dan sejenisnya, selalu
menghiasi layar kaca, halaman majalah dan Koran agar masyarakat mengetahui
produk mereka dan menggunakannya. Dalam masalah ajaran keagamaan juga seperti
itu. Setiap ajaran selalu menggunakan dakwah untuk menyampaikan pesan yang
ingin mereka sampaikan. Tetapi semua itu dilakukan dengan cara yang berbeda.
Khusus Islam, sangat jauh perbedaannya dengan yang lain dalam menggunakan
dakwah. Jika yang lain menghalalkan semua cara dalam berdakwah demi tercapainya
maksud dan tujuan mereka, Islam memiliki rambu-rambu dalam dakwa yang harus
dipatuhi.
Kita simak bagaimana Khudwah kita
Nabi Muhammad sallahu ‘alaihiwasallam dalam berdakwah. Jika kita
benar-benar menyimak maka kita akan mendapatkan perbedaan yang sangat mencolok
antara dakwah beliau sallahu ‘alaihiwasallam dengan kita hari ini.
Beliau sallahu ‘alaihiwasallam dengan berbekal Al Qu’ran mampu
menjadikan Islam berdiri kokoh di seluruh Jazirah Arab hanya dengan kurun
waktu 23 tahun. Kemudian 23 tahun yang kita punya apa yang telah kita hasilkan
atau kita sumbangkan untuk Islam?. perbedaannya karena Rasulullah sallahu
‘alaihi wasalam berdakwah selam 23 tahun mencurahkan seluruh waktunya untuk
berdakwah, untuk Islam. begitu juga dengan Sahabat-sahabat beliau. Semenatara
hari ini kita hanya menjadikan dakwah sebagai sambilan atau bahkan mungkin
semaunya dan sesempatnya saja, karena kita sibuk mengurus dunia kita, makanya
dakwah berjalan tersendat-sendat dan tidak tahu arah dan tujuan. Satu-satunya
jalan dalam dakwah ini agar sukses dan Islam kembali jaya seperti zamannya
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam dan para Sahabat-sahabatnya adalah kembali
kepada Manhaj Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam dan para
Sahabatnya dalam berdakwah.
Begini
Seharusnya Berdakwah
Di dalam surat Yusuf ayat ke-108
Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah ( Muhammad), inilah jalanku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Maha
Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik” Firman Allah Ta’ala
(‘alaa basyiroh) diatas basyiroh ini mengandung dasar-dasar dalam
berdakwah. Karena bisa diartikan dengan Al hikmah, Al mau’izhoh hasanah, Al
jidal bi allati hiya ahsan dan Al quwwah. Dengan empat dasar inilah nantinya
kita mendakwahkan Islam. kadang keempat komponen ini bisa berjalan seiring dan
kadang juga bisa berjalan sendiri-sendiri. Contohnya pada zaman Rasulullah sallahu
‘alaihi wasallam orang-orang yang masuk Islam hingga beliau wafat tidak
pernah diperintahkan untuk mengulangi apa yang orang-orang yang lebih dahulu
darinya masuk Islam. Orang-orang yang masuk Islam pada tahap Jihad keempat
misalnya, tidak pernah diperintahkan kepada mereka agar mengulangi tahap Jihad
yang pertama, kedua dan ketiga. Maka bisa kita saksikan bagaimana Rasulullah sallahu
‘alaihiwasallam ketika di Makkah, beliau membentuk para Rijal
penopang dakwah Islam dan itu berhasil, seperti masuk Islamnya Khadijah bin
Khuwailid istri Nabi sallahu ‘alaihiwasallam yang menyerahkan
seluruh hartanya untuk digunakan di jalan Islam, padahal Khadijah adalah salah
satu orang terkayah di Makkah ketika itu, kemudian Abu Bakar As
shiddiq yang merupakan orang terpandang di kalangan kaumnya dan Makkah
umumnya. Selain mulia dan terpandang beliau juga terkenal dengan kekayaannya,
kemudian Ali bin Abi Thalib yang merupakan anak paman Rasulullah sallahu
‘alahi wasallam dan beliau adalah juara gulat Makkah ketika itu, kemudian Zaid
bin Haritsah, umumnya yang diketahui Zaid bin Haritsah hanyalah seorang
budak atapun pembantu Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam, tapi fakta dan
realita yang ada bahwa Zaid bin Haritsah adalah anak seorang kepala suku yang
terhormat, beliau bisa menjadi budak karena diculik dan dijual di pasar budak
ketika masa kecilnya. Bahkan para rijal penopang dakwah yang kokoh ini hanya
dalam waktu satu pekan Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam ‘menemukan
dan menguasainya’. Kemudian setelah itu barulah masuk Islam para sahabat yang
lain seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah,
Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, Umar bin Khattab, hamzah dan lainnya
setelah itu yang merupakan orang-orang terkemuka di Makkah ketika itu. Pondasi
Islam benar-benar kokoh dengan para rijal yang langsung Rasulullah sallahu
‘alaihi wasallah sendiri mendidik dan menempahnya.
Sudah barang tentu ketika posisi
Islam di Makkah ketika itu makin kokoh, para Sahabat menginginkan lebih dari
sekedar dakwah lisan dan menginginkan pelegalan Islam secara menyeluruh di
Makkah. Sudah fitrah alami manusia seperti itu. Maka datanglah para
Sahabat yang dipimpin oleh Abdurahman bin Auf kepada Rasulullah sallahu
‘alahi wasallam untuk mendapatkan izin pelaksanaan dakwah tahap berikutnya,
yaitu perang terhadap orang-orang Quraisy Makkah. Disinilah Rasulullah sallahu
‘alahi wasallam memberikan teladan yang sangaat mahal harganya kepada kita.
Memang benar apa yang dilakukan oleh para Sahabat, tetapi cara pandang Sahabat
untuk berperang dengan kaum Quraisy Makkah kala itu tidak memperhitungkan efek
samping yang akan ditimbulkan di masa yang akan datang, kemudian tekad para
Sahabat ini juga dilandasi rasa ingin balas dendam atas penganiayaan dan
pelecehan Kaum Quraisy Makkah terhadap
kaum muslimin. Dan juga para Sahabat hanya memandang Makkah sebagai
objek. Cara pandang mikro para Sahabat ini cepat ditindak lanjuti oleh
Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam dengan menyampaikan Firman Allah ta’ala
yang turun ketika itu; “Tahanlah tangan kalian (dari berperang),
dririkanlah Shalat dan tunaikanlah Zakat”.
Tentu apa yang disampaikan Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam ini jauh
melampaui pengetahuan dan cara pandang para Sahabat, walaupun sejatinya ini
berat bagi para Sahabat yang telah siap untuk berperang serta rasa amarah yang
kian memuncak terhadap kaum Quraisy Makkah. Karena disini Allah ta’ala dan
Rasulullah ingin melihat sejauh mana ketaatan para Sahabat. Terkandung unsur
ubudiyah di dalam perintah Allah ta’ala ini, dan juga unsur aplikasi
dalam kehidupan. Karena di Makkah kala itu masih bercampur baur antara
orang-orang kafir Quraisy dengan
orang-orang Islam dalam satu atap. Tentu jihad yang mulia tidak akan bisa
ditegakkan dalam kondisi semacam ini serta tujuan kedepan yang menginginkan
mengakar disetiap penjuru, tidak hanya di Makkah saja. Sekali lagi kita
dipertontonkan bagaiman sikap para Sahabat yang tidak ada generasi yang lebih
baik daripada generasi mereka, para Sahabat menerima keputusan yang Rasulullah sallahu
‘alahi wasallam tetapkan walaupun bersebrangan dengan apa yang ada dalam
hati dan pikiran mereka. Para Sahabat tunduk
tanpa banyak tanya. Disinilah letak beda yang sangat mencolok antara
dakwah di zaman Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam, para Sahabat dan
setelahnya dengan hari ini. pada masa Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam, para
Sahabat dan setelahnya seorang Da’I itu adalah Pemimpin dan seorang Pemimpin
itu adalah Da’I, sedangkan hari ini, tidak ada pemimpin yang juga berstatus
sebagai seorang Da’I, dan tidak ada pula Da’I yang juga seorang Pemimpin. Jika
hari ini seorang Ustadz, Kiai, Mubaligh dan sejenisnya terpilih menjadi
pemimpin, maka pakain keislamannya akan ditanggalkan dan lebih banggah dengan
statunya sebagai seorang pemimpin, ditinggalkan dakwah, dan orang-orang yang
berjuang di jalan dakwah. Begitu juga seseorang yang berpropesi sebagai seorang
Da’I, mayoritas Da’I yang ada hari ini tidak siap jika diminta intuk menjadi
pemimpin, ada juga yang alergi dengan status sebagai seorang pemimpin, minder
dan berbagai alasan lain untuk menolaknya.
Faktor
Penentu dalam Dakwah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
apakah sebuah proses dakwah itu akan berjalan mulus dan baik atau malah
sebaliknya, tersendat dan banyak halangan dan tidak jarang kita mendapatkan
dakwah yang gagal di tengah-tengah masyrakat. Adapun factor-faktor itu antara
lain adalah:
Hari ini para Da’I bukanlah seorang pemimpin dan tidak baik dalam
memimpin, dan Pemimpin bukanlah seorang Da’i dan kebanyakan tidak paham akan
Islam. dakwah hanya dijadikan alat sebelum seorang calon pemimpin menjadi
pemimpin. berbeda jauh dengan zaman Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam, para
Sahabat dan setelahnya yang menjadikan dakwah memiliki hadp atau tujuan
yang konkrit. Kita bisa melihat bagaimana Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam
membidik orang-orang pilihan untuk membantu dakwahnya dihari-hari pertama.
Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam adalah orang yang paling paham benar tentang
kondisi orang-orang yang ada disekitarnya. Misal ketika Rasulullah sallahu
‘alahi wasallam mengirim Dihya bin Khalifa sebagai utusan kepada Heraklius
yang memimpin Romawi di Syam kala itu. Ini dilatarbelakangi bahwa Dihya adalah
orang Syam yang sudah memeluk Islam, dan Dihya adalah orang yang paling baik
dalam berpakaian. Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam memahami kebiasaan
atau urf orang-orang Syam dan bentuk penghormatan kepada objek yang
dituju. Kemudian ketika Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam mengirim
Mush’ab bin Umair keMadinah, ini dikarekan Mush’ab adalah Sahabat yang sangat
baik dalam berdiplomasi, serta ketika Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam mempercayakan
beberapa rahasia kepada Hudzaifah bin Yaman yang pada akhirnya hingga
Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam wafat, Hudzaifah tidak pernah
membocorkannya kepada sahabat yang lain hingga sekelas sahabat Umar bin Khattab
sekalipun. Serta banyak lagi contoh lain yang menggambarkan kedalaman
Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam memahami dan mengenali kepribadian
orang-orang yang berada disekitanya. Tetapi sangat jauh berbeda dengan apa yang
ada hari ini, banyak pemimpin-pemimpin, mulai dari kelas RT, Lurah, Camat,
Bupati hingga Presiden yang hancur kredibelitasnya dimata masyrakat umum karena
orang-orang yang ada disekitarnya. Mulai dari Kolusi, Nepotisme, Korupsi,
Asusila, Mangkir kerja dan pelanggaran-pelanggaran lainnya yang diakibatkan
oleh orang-orang yang berada disekitarnya.
Tidak dipungkiri lagi bahwa kualitas individu seseorang itu sangat
dibutuhkan dan menentukan, baik untuk memimpin maupun untuk diimpin. Untuk itu
ada beberapa tingkatan umat Islam;
I.
Penambah
Jumlah, seseorang yang berislam walau
hanya karena untuk memenuhi tuntutan dalam pembuatan KTP saja, alias Islam KTP
tetap mebawa dampak dan pengaruh positif bagi umat Islam sebagai penambah jumlah
umat Islam itu sendiri. karena akan banyak keuntungan dari jumlah yang banyak
ini walau terkandung beberapa dampak negative dari itu.
II.
Netral, banyak orang yang berislam tetapi tidak mau tahu. Namun
setidaknya ini lebih baik dari islam yang penambah jumlah saja. Karena mereka
yang netral kebanyakan aktif menunaikan kewajiban yang tentu saja banyak dampak
positif dari situ.
III.
Simpatisan, sementara orang-orang yang mulai memahami islam, maka mereka akan
meluangkan sedikit waktu mereka ntuk beberapa kegiatan islami, walau tidak
semua, tapi mereka sangat menguntungka bagi Islam.
IV.
Suporter, ibarat pertandingan sepakbola, maka aka ada pendukung dari kedua
belah pihak. Begitu juga Islam, ada orang-orang yang mendukung setiap kegiatan
dan bersorak-sorai untuk Islam, tetapi mereka tidak mau langsung turun dan ikut
merasakan panasnya nuansa di lapangan.
V.
Aktivis, ini adalah tingkatan terbaik, dimana seseorang itu tidak lagi
hanya bersorak-sorai, tapi ikut terjun kelapangan guna membantu apa yang bisa
mereka salurkan untuk membantu. Tapi hanya sedikit sekali orang-orang seperti
ini sekarang.
- ·
Syarat
Dakwah itu Sendiri
Guna menggapai kesuksesan dalam dakwah tentu ada syarat yang harus
kita penuhi. Secara umum dan mendasar, ada dua syarat yang harus dipenuhi
ketika seseorang ingin berkecimpung dalam medan dakwah;
I.
Kejujuran
II.
Keikhlasan
Maka mustahil dakwah yang tidak dilandasi dengan kejujuran dan
keikhlasan akan menuai kesuksesan. Sungguh pun ada dakwah yang sukses tanpa
kejujuran atau keikhlasan, maka umur kesuksesannya tidak akan lama, dan pasti
di akhirat Allah ta’ala lebih teliti terhadapa hambanya. Karena berapa
banyak dakwah hari ini yang dilandasi untuk pengakuan status di tengah-tengah
masyarakat, untuk kepopuleran, sarana mencari dan menambah pendapatan dan
tujuan lainnya yang jauh dari kata dakwah untuk mencari ridha Allah Ta’la.
Kesimpulan yang bisa kita ambil,
bahwa dakwah yang mulia ini walau dikemas sedemikian rupa hingga begitu
mengkilap di mata masyrakat tetap tidak akan memenuhi tuntutan dakwah itu
sendiri kecuali dengan mengamalkan dan mentaati rambu-rambu yang telah
diberikan oleh Rasulullah sallahu ‘alahi wasallam.